RIAU24.COM - IQ atau intelligence quotient merupakan ukuran kemampuan mental seseorang dibandingkan dengan orang lain seusianya. Konsep ini pertama kali dipopulerkan pada awal tahun 1900-an oleh psikolog asal Prancis, Alfred Binet.
Tingkat IQ diukur menggunakan tes standar yang biasanya dilakukan oleh psikolog berlisensi atau tenaga profesional dengan pelatihan tingkat pascasarjana di bidang kesehatan mental. Dengan banyaknya orang yang mengikuti tes tersebut, hasilnya dapat dibandingkan satu sama lain untuk menentukan posisi kemampuan seseorang di antara kelompoknya.
IQ mengukur kemampuan bernalar, termasuk kemampuan visual-spasial, daya ingat, dan analisis kuantitatif. Meskipun faktor-faktor ini penting untuk menilai kecerdasan, IQ bukan satu-satunya ukuran.
Kecerdasan kognitif tidak selalu menjadi penentu utama kesuksesan hidup seseorang. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa tes IQ tidak mampu mengukur kreativitas, kecerdasan emosional, atau kemampuan berpikir kritis, semua aspek yang berperan besar terhadap pencapaian seseorang dalam kehidupan.
Selain itu, banyak faktor biologis, sosial, dan lingkungan yang memengaruhi hasil tes IQ, seperti kondisi kesehatan, faktor genetik, status ekonomi, hingga akses terhadap pendidikan. Karena itu, keabsahan tes IQ juga bisa berbeda bagi individu dari latar belakang budaya atau kelompok yang terpinggirkan secara historis.
Meski begitu, pengukuran IQ tetap bisa digunakan oleh dokter atau profesional kesehatan mental sebagai langkah awal dalam menegakkan diagnosis gangguan belajar atau kondisi kesehatan mental tertentu.
Sejumlah penelitian menunjukkan ada berbagai cara untuk mengasah kemampuan kognitif yang diukur melalui tes IQ. Dikutip dari Healthline, berikut beberapa jenis aktivitas yang dapat membantu melatih kemampuan penalaran, perencanaan, hingga pemecahan masalah.
1. Aktivitas untuk Melatih Daya Ingat
Latihan memori tidak hanya meningkatkan daya ingat, tetapi juga memperkuat kemampuan bernalar dan bahasa. Penelitian bahkan menemukan permainan memori dapat membantu memahami hubungan antara memori, bahasa, dan pengetahuan tentang objek.
Kemampuan bernalar dan bahasa merupakan bagian penting dari ukuran kecerdasan. Karena itu, aktivitas yang melatih memori juga dapat membantu meningkatkan IQ.
Beberapa latihan memori yang bisa dicoba antara lain:
- teka-teki gambar (jigsaw puzzle)
- teka-teki silang (crossword puzzle)
- permainan kartu konsentrasi atau mencocokkan kartu
- sudoku
2. Aktivitas untuk Melatih Executive Control
Executive control merupakan kemampuan mengatur fungsi kognitif tingkat tinggi, seperti membuat keputusan, memusatkan perhatian, serta mengorganisasi dan mengelola tugas.
Kemampuan ini termasuk dalam executive function, yaitu sistem pengaturan diri otak yang sangat berkaitan dengan fluid reasoning, kemampuan bernalar fleksibel yang menjadi bagian dari kecerdasan manusia.
Aktivitas yang dapat melatih executive control antara lain:
- Scrabble
- Pictionary
- permainan 'lampu merah, lampu hijau' (red light, green light)
- teka-teki logika atau brainteaser
3. Aktivitas untuk Melatih Penalaran Visual-Spasial
Penalaran visual-spasial berkaitan dengan kemampuan memproses dan memahami representasi fisik di sekitar. Misalnya, saat membaca atau menafsirkan peta, seseorang menggunakan kemampuan visual-spasialnya.
Dalam sebuah penelitian, peningkatan kemampuan penalaran visual-spasial terbukti dapat menaikkan skor IQ. Studi lain juga menemukan bahwa kemampuan ini berkaitan erat dengan prestasi akademik anak-anak, terutama dalam pelajaran matematika dan membaca.
Aktivitas yang dapat melatih kemampuan visual dan spasial meliputi:
- menyelesaikan labirin (maze)
- latihan mengubah sudut pandang (point-of-view activity)
- membuat model 3D
- melipat atau mengurai bentuk prisma (unfolded prism)
4. Kemampuan Relasional
Kemampuan relasional berhubungan dengan teori Relational Frame Theory (RFT), yang menjelaskan cara manusia mengembangkan bahasa dan kemampuan kognitif melalui hubungan antar-konsep.
RFT berpendapat bahwa dasar dari bahasa dan kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan untuk mengaitkan dua hal secara timbal balik. Misalnya, memahami bahwa kata "dinner" dan "supper" memiliki makna yang sama meski pengucapannya berbeda.
Penelitian tahun 2016 menunjukkan bahwa penerapan RFT sebagai metode intervensi dapat secara signifikan meningkatkan skor IQ pada anak-anak. Studi yang sama juga menemukan adanya peningkatan kemampuan verbal dan penalaran numerik setelah mengikuti pelatihan berbasis RFT.
Beberapa aktivitas yang melatih kemampuan relasional antara lain:
- buku belajar bahasa ("ini adalah...", "itu adalah...")
- perbandingan objek (gelas penuh vs gelas kosong)
- perbandingan jumlah (uang koin kecil vs koin besar)
5. Bermain Alat Musik
Seseorang tidak perlu menjadi musisi terkenal untuk mendapatkan manfaat dari bermain alat musik.
Sebuah penelitian menemukan anak prasekolah yang mengikuti pelatihan musik selama 75 menit per minggu selama 12 minggu menunjukkan peningkatan signifikan dalam skor IQ. Penelitian lain pada 2021 juga menunjukkan pelatihan musik dapat meningkatkan fungsi eksekutif anak usia 6-7 tahun.
Orang dewasa pun bisa mendapat manfaat serupa. Studi lain menemukan hubungan positif antara lamanya latihan musik dengan kemampuan pengaturan diri (executive functioning).
Mengingat pentingnya peran memori dalam kecerdasan, belajar memainkan alat musik yang sudah lama diinginkan bisa menjadi salah satu cara menyenangkan untuk meningkatkan IQ.
Tak hanya bermain, mendengarkan musik juga bermanfaat. Studi tahun 2018 menunjukkan lingkungan yang diperkaya dengan musik dapat meningkatkan skor IQ verbal pada anak.
6. Belajar Bahasa Baru
Tak mengherankan jika belajar lebih dari satu bahasa memberi banyak manfaat bagi otak manusia, terutama bila dimulai sejak dini.
Namun, usia belajar bahasa baru dapat menentukan seberapa besar pengaruhnya terhadap peningkatan kecerdasan. Studi tahun 2020 menunjukkan orang dewasa yang mengikuti pelatihan bahasa selama 11 minggu tidak mengalami peningkatan skor IQ yang signifikan.
Sebaliknya, penelitian terbaru menemukan anak usia 18-24 bulan yang sering berinteraksi dan belajar bahasa mengalami perkembangan kognitif lebih baik di masa berikutnya.
Artinya, meski belajar bahasa di usia berapa pun tetap baik untuk kemampuan berpikir, periode paling berpengaruh terhadap peningkatan IQ terjadi pada masa balita.
7. Membaca Secara Rutin
Tak bisa dipungkiri, membaca memiliki peran besar dalam perkembangan kognitif manusia. Manfaatnya bahkan lebih terasa bila kegiatan membaca menjadi bagian dari interaksi antara orang tua dan anak.
Penelitian menemukan bahwa anak-anak yang sering dibacakan buku oleh orang tuanya memiliki perkembangan bahasa dan kemampuan berpikir yang lebih baik dibandingkan anak yang jarang terlibat dalam kegiatan tersebut.