RIAU24.COM - Lonjakan suhu global telah memicu pemutihan dan kematian terumbu karang secara luas di berbagai belahan dunia.
Para ilmuwan menyebut kondisi ini sebagai tanda bahwa planet Bumi telah mencapai titik kritis iklim pertamanya.
Apa yang terjadi pada terumbu karang itu pun kemudian diteliti oleh para ilmuwan.
Dilansir dari The Guardian, Senin (13/10), menurut laporan Global Tipping Points, yang melibatkan 160 ilmuwan dari 87 lembaga di 23 negara, suhu global sudah meningkat sekitar 1,4 derajat dibandingkan rata-rata praindustri.
Baca Juga: Trump Mengisyaratkan Kemungkinan Israel Memulai Kembali Perang Gaza Jika Hal Ini Terjadi
Jika dibiarkan, maka terumbu karang akan sulit bertahan dalam skala yang berarti. Para peneliti menyebut titik kritis ini sebagai momen ketika ekosistem utama dunia mencapai batas degradasi yang tak dapat dibalikkan.
Terumbu karang, yang menjadi rumah bagi seperempat spesies laut di dunia, disebut sebagai ekosistem paling rentan terhadap pemanasan global.
Kematian massal terumbu karang sudah terlihat sejak 2023 Dilansir dari Science American, Senin (13/10), laporan itu menilai risiko terlampauinya berbagai titik kritis iklim, termasuk potensi runtuhnya lapisan es, naiknya permukaan laut, dan matinya hutan hujan Amazon.
Tim peneliti juga menyoroti adanya titik kritis positif, seperti percepatan transisi menuju energi bersih. Dalam penilaian sebelumnya atau pada 2023, para ilmuwan belum menyatakan bahwa dunia sudah mencapai titik kritis iklim.
Namun, lonjakan suhu global dalam beberapa tahun terakhir menguatkan kekhawatiran bahwa pemanasan bumi berlangsung lebih cepat dari perkiraan, dan dampaknya akan semakin luas dalam beberapa dekade mendatang.
Dampak paling nyata terlihat pada terumbu karang. Dalam dua tahun terakhir, perairan hangat memicu pemutihan besar-besaran, ketika karang kehilangan alga simbiosis yang memberi mereka nutrisi dan warna.
Peristiwa pemutihan global keempat sejak 1980-an yang dimulai pada Januari 2023 diperkirakan telah memengaruhi lebih dari 84 persen ekosistem karang di seluruh dunia.
Baca Juga: Uruguay Menjadi Negara Pertama di Amerika Latin yang Melegalkan Eutanasia
“Ini bukan lagi peringatan, kita sudah sampai di titik itu,” kata ahli ekologi karang dari University of Miami, Michael Studivan.
Ia menambahkan, gangguan terhadap terumbu karang kini terjadi lebih sering tanpa waktu pemulihan yang cukup.
“Kita tidak bisa lagi menganggap titik kritis sebagai risiko masa depan. Kematian massal terumbu karang air hangat sudah mulai terjadi,” ujar Profesor Tim Lenton dari Global Systems Institute, Universitas Exeter.