Heboh! Dugaan Ijazah Jokowi Hanya Fotokopi, dr. Tifa: Blunder Fatal Terungkap Sejak 2022

R24/zura
Heboh! Dugaan Ijazah Jokowi Hanya Fotokopi, Blunder Fatal Terungkap Sejak 2022.
Heboh! Dugaan Ijazah Jokowi Hanya Fotokopi, Blunder Fatal Terungkap Sejak 2022.

RIAU24.COM Kontroversi seputar dugaan keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mengemuka. Perdebatan yang semula hanya ramai di media sosial, kini menyeret nama lembaga negara hingga perhatian internasional.

Isu ini bermula dari sebuah forum pada Oktober 2022. Saat itu, dokumen yang dipresentasikan sebagai bukti ijazah Jokowi bukanlah ijazah asli, melainkan foto dari fotokopi yang lusuh, penuh lipatan, bahkan terdapat noda menyerupai bekas kopi.

“Dokumen itu persis sama dengan yang dipresentasikan oleh Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Dr Sigit Sunarta, pada 22 Oktober 2022. Ada noda kopi di tengahnya. Pertanyaannya, mengapa fotokopi ini yang dijadikan dasar?” ujar dr. Tifa dalam Channel YouTueb refly Harun baru-baru ini. 

Kecurigaan publik semakin besar setelah Bareskrim disebut tidak pernah menampilkan ijazah asli, meskipun mengaku sempat menerima dokumen tersebut dari Presiden Jokowi. Yang diperlihatkan justru fotokopi lama dengan kualitas buruk. Padahal, menurut mereka, cukup mudah untuk membuktikan keaslian. Ijazah asli hanya perlu difoto atau dipindai dengan resolusi tinggi, sehingga publik bisa melihat langsung. Namun yang terjadi justru sebaliknya, sehingga muncul dugaan bahwa ijazah asli memang tidak pernah diperlihatkan

“Padahal mudah sekali. Cukup difoto atau discan dengan resolusi tinggi, masyarakat bisa melihat keaslian. Tapi yang ditampilkan malah fotokopi usang. Jangan-jangan ijazah aslinya memang tidak pernah ada,” tegas narasumber tersebut.

Persoalan ini kemudian merembet ke ranah internasional. Pihak pelapor mengklaim telah bersurat ke berbagai lembaga seperti Human Rights Watch, Amnesty International, hingga pemerintah Amerika Serikat. Nama Senator Alex Padilla dari California bahkan disebut telah memberikan respons dan berjanji akan membawa isu ini ke forum resmi di Washington. Tak hanya itu, pihak pelapor juga mengaku pernah menyurati Presiden Donald Trump. Langkah ini mereka anggap sejalan dengan arah kebijakan politik luar negeri Presiden terpilih Prabowo Subianto, yang dinilai berusaha menyeimbangkan posisi Indonesia antara blok Barat dan Tiongkok setelah sepuluh tahun terakhir dianggap terlalu condong ke China.

“Selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, kita terlalu condong ke China. Prabowo berusaha menyeimbangkan kembali dengan Amerika Serikat. Maka isu ijazah ini juga harus dilihat dalam konteks geopolitik,” ujar pelapor.

Di dalam negeri, kritik keras juga dilayangkan kepada lembaga pengawas seperti Komnas HAM dan Kompolnas. Komnas HAM dinilai hanya menerima penjelasan tanpa ada diskusi atau tanggapan sedikit pun, sementara Kompolnas dianggap gagal menjalankan fungsi pengawasan. Gelar perkara yang dilakukan Bareskrim disebut cacat prosedur dan melanggar aturan internal.

“Seharusnya Kompolnas bisa mengoreksi. Namun, yang terjadi justru gelar perkara dijadikan legitimasi, padahal dokumen yang dipakai hanya bukti sekunder dan tidak sah secara hukum,” kata salah satu kuasa hukum pelapor.

Selain ijazah, transkrip akademik Presiden Jokowi juga dipertanyakan. Transkrip tersebut disebut hanya memuat 122 SKS dengan IPK rendah, tanpa mata kuliah pilihan, bahkan tanpa tanda tangan dekan maupun pembantu dekan. Kondisi ini dinilai fatal karena dokumen akademik dengan cacat administratif seperti itu seharusnya tidak bisa dijadikan dasar legalitas ijazah.

“Ini fatal. Bagaimana mungkin transkrip tanpa tanda tangan bisa disebut sah? Dokumen seperti ini tidak layak jadi dasar hukum,” kata pihak pelapor.

Untuk memperkuat klaim mereka, tim pelapor mengaku sudah melakukan penelitian mendalam yang menghasilkan kajian setebal 600 halaman. Dalam kajian itu, mereka menyimpulkan bahwa ijazah Jokowi tidak autentik. Penelitian ini telah dibukukan dan diterbitkan dalam bentuk cetak maupun digital agar dapat diakses masyarakat luas.

“Bagi kami, penelitian ini sudah konklusif. Hipotesis sudah terpenuhi: ijazah itu tidak autentik. Karena itu kami bukukan agar bisa diakses masyarakat luas,” ujarnya.

Sejak 2022, publik sudah disuguhi fotokopi ijazah yang lusuh, penuh noda, dan meragukan. Gelar perkara pun disebut cacat prosedur, sementara lembaga pengawas hanya diam. Kajian 600 halaman yang menyimpulkan ketidakautentikan ijazah menambah daftar panjang ketidakpastian. Pertanyaan mendasar kini masih sama: di mana ijazah asli Presiden Joko Widodo? Mengapa hingga kini tidak pernah benar-benar ditampilkan?

Pertanyaan itu bukan sekadar milik segelintir orang, melainkan hak seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan kepastian. Selama kebenaran tidak dibuka, polemik ini akan terus hidup, menjadi luka dalam perjalanan demokrasi, dan meninggalkan jejak sejarah yang sulit dihapus.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak