RIAU24.COM -Sebuah mural bergambar Menteri Investasi sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menimbulkan kehebohan setelah ditemukan di salah satu sudut kota Sydney, Australia.
Mural itu memuat kata-kata kasar yang menyindir keras sosok Bahlil — memantik perdebatan publik hingga ke ranah politik nasional.
Reaksi keras datang dari Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) yang kemudian melaporkan sejumlah situs dan akun media sosial karena mengunggah ulang meme dan gambar olok-olok tersebut.
Namun langkah hukum ini justru menimbulkan polemik: apakah satire terhadap pejabat publik bisa dianggap penghinaan pribadi?
Rocky Gerung: Yang Dikritik Bukan Pribadinya, Tapi Kebijakannya
Dalam tayangan di kanal Rocky Gerung Official di YouTube, pengamat politik Rocky Gerung menilai langkah AMPG sebagai tindakan yang berlebihan dan keliru memahami esensi kritik publik.
“Yang diolok-olok itu bukan Bahlil sebagai individu, tapi Bahlil sebagai pejabat publik. Kritik itu bukan serangan personal,” ujar Rocky.
Ia menegaskan bahwa dalam demokrasi, pejabat publik adalah figur yang terbuka terhadap kritik karena kebijakannya menyentuh kepentingan masyarakat luas.
“Kalau soal personal, ya Bahlil sendiri yang seharusnya melapor. Tapi kalau ini berkaitan dengan kebijakan publik, itu domain publik. Tidak bisa diseret jadi urusan pribadi,” tambahnya.
Kontroversi Kebijakan: Dari Rempang Hingga Gunung Lawo
Nama Bahlil memang kerap muncul di tengah isu kebijakan yang kontroversial. Salah satunya terkait kasus Rempang, di mana kebijakan relokasi warga demi proyek investasi menimbulkan penolakan keras masyarakat adat.
Rocky mengkritik cara pandang Bahlil yang dianggap mengabaikan aspek sosial dan ekologis.
“Bahlil mengira masyarakat cukup diberi rumah baru. Padahal bagi masyarakat adat, home bukan sekadar bangunan — tapi bagian dari ekologi dan peradaban,” ujarnya.
Selain Rempang, Rocky juga menyoroti rencana eksploitasi Gunung Lawo di Jawa Tengah. Menurutnya, kebijakan itu memperlihatkan sikap pejabat yang terlalu menekankan pertumbuhan ekonomi, namun abai terhadap konservasi lingkungan.
“Bahlil seolah ingin menjadikan semua lahan sebagai alat mendulang uang, tanpa memperhitungkan kerusakan ekologis,” katanya.
Mural di Sydney dan Batas Kebebasan Ekspresi
Mural yang memuat kata-kata kasar terhadap Bahlil itu diketahui berada di ruang publik Sydney. Namun, karena lokasinya di luar wilayah hukum Indonesia, laporan AMPG terhadap situs-situs yang membagikan ulang mural tersebut dianggap tidak memiliki dasar yuridis kuat.
“Lapor ke mana? Ini kan di Australia. Hukum Indonesia tidak berlaku di sana,” kata Rocky.
Ia menilai, reaksi berlebihan terhadap satire justru menunjukkan ketidakmatangan politik.
“Satire adalah bagian dari kebebasan berekspresi. Kalau semua kritik dianggap penghinaan, lalu siapa yang boleh mengingatkan kekuasaan?” ujarnya.
Rocky menyebut fenomena ini sebagai tanda lemahnya pemahaman sebagian elite muda terhadap etika politik dan kebebasan berekspresi.
“Golkar seharusnya jadi sekolah politik, bukan sekolah untuk marah-marah,” tambahnya.
Tarik-Ulur Internal di Tubuh Golkar
Isu mural dan laporan AMPG ini juga menyeret spekulasi soal dinamika internal Partai Golkar.
Rocky menduga ada “aroma politis” di balik manuver AMPG, yang bisa jadi terkait dengan ketegangan faksi-faksi di tubuh partai.
“Golkar itu partai besar dengan banyak faksi. Kadang, langkah kecil seperti laporan ini bisa jadi sinyal dari kubu tertentu yang ingin menggoyang posisi Bahlil,” ujar Rocky.
Ia mencontohkan sejarah panjang Golkar yang kerap diwarnai persaingan antar-elite, namun biasanya diselesaikan secara internal.
“Kalau sekarang sampai keluar ke publik, berarti ada dinamika yang belum selesai di dalam,” katanya.
Beberapa pengamat politik juga menilai bahwa laporan AMPG justru bisa menjadi bumerang, karena publik mungkin melihatnya sebagai bentuk kepanikan politik, bukan pembelaan etis.
Prabowo dan Sinyal “Pemain Cadangan”
Situasi ini makin menarik setelah Presiden Prabowo Subianto memberi pernyataan bahwa akan ada “pemain cadangan” di kabinet.
Pernyataan itu diinterpretasikan banyak pihak sebagai sinyal kemungkinan reshuffle kabinet, termasuk evaluasi terhadap menteri-menteri yang kinerjanya menjadi sorotan publik.
“Kalau isu Bahlil makin panas, tentu presiden akan menilai dampaknya terhadap citra kabinet,” ujar Rocky.
Menurutnya, Prabowo tengah membangun kabinet yang kuat secara citra dan kinerja, dan tentu akan berhitung terhadap pejabat yang menimbulkan kontroversi etis.
Dalam pandangan Rocky Gerung, yang perlu dipahami oleh pejabat publik bukanlah bagaimana menghindari kritik, melainkan bagaimana memahami makna etika publik di balik kritik tersebut.
“Kritik publik itu bukan penghinaan, tapi panggilan etika. Public policy harus dirawat oleh public ethics,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa pejabat publik yang takut dikritik sejatinya kehilangan legitimasi moral.
Bagi publik, mural di Sydney mungkin hanya bentuk kemarahan spontan — kasar, bahkan jorok.
Namun di baliknya, tersimpan pesan yang jauh lebih serius: keresahan terhadap pejabat yang dinilai melupakan dimensi moral dan ekologis dalam kebijakan ekonomi.
Kasus mural Bahlil Lahadalia di Sydney menyoroti satu hal penting dalam demokrasi modern: batas antara ekspresi, etika, dan kekuasaan semakin tipis.
Dalam era media sosial, kritik bisa lahir di mana saja — bahkan dari luar negeri — dan tetap memiliki gaung politik di dalam negeri.
Bagi partai besar seperti Golkar, tantangannya kini bukan sekadar mempertahankan citra ketua umumnya, tapi membangun budaya politik baru yang lebih terbuka, rasional, dan etis.
Karena pada akhirnya, seperti dikatakan Rocky Gerung:
“Public ethics adalah jiwa dari public policy. Tanpa itu, kekuasaan hanya akan menjadi panggung tanpa makna.”
(***)