Angkat Qodari jadi KSP, Rocky Gerung: Prabowo Cacat Etis dan Gak Paham Demokrasi

R24/zura
Angkat Qodari jadi KSP, Rocky Gerung: Prabowo Cacat Etis dan Gak Paham Demokrasi. (Tangkapan Layar)
Angkat Qodari jadi KSP, Rocky Gerung: Prabowo Cacat Etis dan Gak Paham Demokrasi. (Tangkapan Layar)

RIAU24.COM - Presiden Prabowo Subianto kembali mereshuffle kabinet pada 17 September 2025. Publik menanti langkah besar yang digadang sebagai momentum radical break, sebuah perombakan yang diharapkan mampu mengubah wajah pemerintahan. 

Namun, keputusan yang keluar justru memunculkan kekecewaan di banyak kalangan.

Pengamat politik Rocky Gerung menilai perombakan kabinet kali ini belum menjawab ekspektasi masyarakat.

“Reshuffle artinya kocok ulang, tetapi hasilnya tetap saja orang-orang lama. Publik kecewa karena yang diharapkan terjadi perbaikan kualitas kabinet, ternyata tidak,” kata pengamat politik Rocky Gerung dalam perbincangan yang disiarkan kanal YouTube @RockyGerungOfficial_2024, Rabu 18 September 2024.

Sejak awal, publik membaca tanda-tanda bahwa Prabowo hendak mengambil jarak dari bayang-bayang pemerintahan sebelumnya. Rocky bahkan menyebut, setelah reshuffle jilid pertama, pintu perombakan kabinet sudah terbuka lebar. 

Ia memakai analogi sederhana: bila ruang tamu sudah dibersihkan, maka ruang makan, kamar tidur, dan dapur pasti akan ikut dibenahi. Namun, kenyataan berbicara lain. Apa yang diharapkan sebagai pemutusan rantai lama ternyata tidak terjadi. 

“Yang terjadi sekarang bukan radical break, melainkan small break. Break-nya kecil, tidak radikal, bahkan mundur,” ujarnya.

Perubahan memang terlihat, salah satunya dengan dipindahkannya Erick Thohir dari kursi Menteri BUMN. Tapi langkah itu dinilai tidak lebih dari kompromi politik. 

Erick yang dianggap bagian dari lingkar kekuasaan “Geng Solo” tidak benar-benar tersingkir, melainkan hanya digeser ke pos lain. 

“Ini lebih mirip transisi. Tidak mungkin Erick langsung disingkirkan karena ia bagian dari tim pemenangan Jokowi–Gibran,” kata Rocky.

Sorotan publik justru tertuju pada promosi Muhammad Qodari. Dari Wakil Kepala Staf Presiden, ia kini menduduki posisi Kepala Staf Presiden (KSP). Jabatan ini bukan posisi sembarangan. 

Kantor KSP berperan mengatur ritme kerja Presiden, mengoordinasikan isu strategis, hingga menjadi simpul komunikasi politik di lingkar dalam kekuasaan. Karena itu, promosi Qodari dinilai sarat makna politik.

Qodari bukan nama asing. Ia dikenal luas sebagai pendukung keras Presiden Joko Widodo dan pernah mengusulkan gagasan perpanjangan masa jabatan hingga tiga periode. Gagasan itu memicu gelombang penolakan karena dinilai bertentangan dengan konstitusi dan merusak demokrasi. Penempatannya di kursi KSP pun dipandang sebagai sinyal bahwa gagasan lama yang kontroversial itu masih diberi ruang. 

“Dengan promosi Qodari, publik melihat Prabowo tidak peka terhadap tuntutan demokrasi. Ia seakan melupakan aspirasi anak-anak muda yang kemarin jelas menolak tokoh dengan pikiran anti-demokrasi masuk kabinet,” ujar Rocky.

Kritik yang dilontarkan tidak berhenti pada aspek politik, melainkan juga menyentuh ranah etis. Menurut Rocky, penempatan Qodari merupakan bentuk cacat etis yang serius. 

Bagi Rocky, seorang intelektual yang pernah mengampanyekan gagasan inkonstitusional seharusnya tidak lagi diberi tempat di pemerintahan. 

“Kalau Prabowo betul-betul mengerti demokrasi, ia seharusnya menghindarkan kabinet dari orang-orang dengan ambisi politik seperti itu. Ide tiga periode adalah bentuk manipulasi politik dengan mengabaikan konstitusi,” katanya. 

“Ini bukan sekadar soal Qodari. Ini soal Presiden yang akhirnya dianggap menyetujui sifat manipulatif gagasan tersebut,” ia menambahkan.

Kekecewaan publik semakin tebal karena reshuffle kali ini gagal menghadirkan arah politik baru. Alih-alih melepaskan diri dari lingkar kekuasaan lama, Prabowo justru dianggap mempertahankan status quo. 

Figur-figur yang dipandang sebagai proksi Jokowi masih bercokol, bahkan sebagian justru mendapat promosi. Situasi ini membuat banyak kalangan sipil menilai Prabowo tidak memiliki ketegasan etis dalam mengelola kabinet.

Implikasi politik dari langkah ini juga tidak berhenti di dalam negeri. Pekan depan, Presiden Prabowo dijadwalkan hadir dalam Sidang Majelis Umum PBB. Forum internasional itu kerap menjadi ajang sorotan terhadap kualitas demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia. 

Ia menambahkan, dunia internasional memiliki rekam jejak tokoh-tokoh yang pernah mendorong gagasan tiga periode. 

“Reshuffle ini bisa dibaca dunia internasional sebagai sinyal negatif. Indonesia dianggap tidak serius memperbaiki kualitas demokrasi. Indeks demokrasi kita bisa makin memburuk,” ujar Rocky. 

“Qodari sudah ada dalam daftar itu. Ini akan jadi catatan ketika Prabowo bicara soal demokrasi di forum global.”

Di dalam negeri, dampaknya juga berlapis. Generasi muda, yang pada Agustus lalu sempat menggelar protes spontan tanpa pemimpin—dikenal sebagai Gerakan Agustus—dinilai akan menjadikan reshuffle ini sebagai bahan bakar baru. 

Ia mencontohkan gelombang perlawanan mahasiswa di Nepal dan Timor Leste, yang muncul sebagai respons atas ketidakpekaan elite terhadap aspirasi rakyat.

Kini, pertanyaan besar yang menggantung adalah apakah Presiden Prabowo benar-benar berani mengambil jarak dari sistem lama, atau tetap terikat pada kompromi dan pragmatisme politik.

“Anak-anak muda merasa sumpek dengan keadaan yang tidak demokratis. Kalau kabinet tidak peka, bukan mustahil protes akan kembali membara,” kata Rocky.  

“Ini persoalan sejarah demokrasi kita. Apakah Indonesia akan kembali tumbuh sebagai negara demokratis, atau justru kehilangan momentum untuk selamanya?” ujar Rocky.

Jika Presiden tidak segera menegaskan arah politiknya, publik diyakini akan kembali bersuara. Bentuknya bisa beragam, mulai dari kritik keras di media sosial, aksi jalanan, hingga tekanan diplomatis dari dunia internasional. Reshuffle yang semula diharapkan menjadi momentum besar justru berpotensi menjadi batu sandungan. Demokrasi menuntut konsistensi, bukan kompromi. Dan publik akan terus menagih janji itu.

(***) 
 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak