RIAU24.COM - Tren membuat foto polaroid bareng artis menggunakan kecerdasan buatan (AI) tengah ramai di media sosial.
Namun, fenomena ini menuai perhatian dari pakar komunikasi digital Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Paulus Angre Edvra, yang mengingatkan adanya risiko disinformasi, malinformasi, dan kebocoran data pribadi.
“Bisa jadi disinformasi, artinya ada foto palsu yang sengaja disebarkan agar viral untuk merugikan atau menyerang pihak tertentu. Tapi bisa juga malinformasi, yakni informasi salah yang disebarkan tanpa maksud menyerang, murni karena ketidaktahuan,” ujar Edvra, Selasa (16/9).
Edvra juga menyoroti bahwa fenomena ini bukan yang pertama. Sebelumnya, masyarakat juga ramai mengikuti tren foto ala Studio Ghibli atau miniatur 3D AI, yang sering dilakukan hanya karena fear of missing out (FOMO) tanpa memahami risikonya.
“Dulu sempat tren foto gaya Studio Ghibli, sekarang polaroid bareng artis. Banyak yang ikut tanpa sadar dampak negatifnya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Edvra menekankan bahwa tren ini juga menyimpan ancaman serius terhadap keamanan data pribadi, terutama data biometrik seperti wajah, bentuk tubuh, hingga retina mata.
“Pernahkah kita bertanya, setelah foto diproses AI, apakah langsung hilang? Atau justru tersimpan dalam database? Wajah, retina, dan bentuk tubuh bisa menjadi kode identifikasi,” ungkapnya.
Edvra mengingatkan masyarakat untuk tidak sembarangan mengunggah data wajah ke platform berbasis AI, apalagi jika tidak memahami kebijakan privasi (privacy policy) dari aplikasi tersebut.
Baca Juga: Permudah Kreator, YouTube Rilis Fitur AI untuk Bantu Podcaster Bikin Klip dan Shorts
“Kalau hanya asal klik accept lalu setor foto, privasi kita sangat rawan untuk dimanipulasi dan didatafikasi. Ini menjadi concern serius di era digital,” jelas anggota Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) itu.
Meski tampak menyenangkan, menurutnya, tren foto polaroid AI atau tren visual lainnya seharusnya dilihat lebih dalam dari sisi etika, privasi, dan keamanan digital.
“Saran saya, masyarakat perlu lebih berhati-hati. Bukan soal kriminalitasnya, tapi soal bagaimana data kita rawan dimanipulasi,” tuturnya.