RIAU24.COM -Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut Israel akan bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk secara paksa melakukan pemindahan terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Netanyahu menyebut pemindahan ini dilakukan atas klaim bahwa ada warga Palestina di Gaza seharusnya memiliki pilihan untuk pergi jika mereka menginginkannya.
"Kalau mereka ingin tinggal, silakan tinggal. Tapi kalau mereka ingin pergi, ya harus bisa pergi. Gaza seharusnya bukan penjara, melainkan tempat yang terbuka," ujarnya kepada wartawan di Washington D.C dalam kunjungannya ke AS bertemu Presiden Donald Trump pada Senin (7/7).
Netanyahu mengeklaim Israel dan AS sedang menggodok rencana relokasi ini dengan sangat intens, terutama mencari negara-negara yang bersedia menampung warga Palestina di Gaza.
"Kami bekerja sama dengan Amerika Serikat, sangat intens, untuk mencari negara-negara yang bersedia mewujudkan apa yang selama ini mereka katakan, bahwa mereka ingin memberikan masa depan yang lebih baik bagi rakyat Palestina. Dan saya rasa, kami hampir menemukan beberapa negara yang bersedia. Intinya adalah kebebasan memilih-rakyat Palestina seharusnya memilikinya," tambahnya seperti dikutip Al Jazeera.
Dalam kesempatan itu, Trump turut buka suara soal rencana relokasi warga Gaza tersebut. Ia mengeklaim sejumlah negara yang menyatakan minat membantu relokasi warga Palestina berada di sekitar Israel.
"Kami mendapat kerja sama yang luar biasa dari banyak negara di sekitar Israel... sesuatu yang baik akan terjadi," ucap Trump.
Trump dan Netanyahu memang telah lama memiliki rencana kontroversial untuk merelokasi warga Gaza sebagai dalih bagian dari rekonstruksi wilayah yang sudah hancur dilanda agresi brutal israel tersebut sejak Oktober 2023 lalu.
Di awal pelantikan periode keduanya sebagai Presiden AS, Trump bahkan berulang kali menegaskan bahwa AS berencana "mengambil alih" dan "memiliki" Gaza, menjadikannya pengembangan bisnis properti.
Trump juga berulang kali mengutarakan inisiatifnya merelokasi warga Gaza keluar wilayah itu hingga muncul wacana negara-negara yang akan menampung mereka, termasuk Indonesia.
(***)