RIAU24.COM - Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo menyebut saat ini tengah fokus mendalami perihal aliran dana sebesar Rp600 Juta yang menyeret nama Gubernur Riau Abdul Wahid.
Sebelumnya, dalam satu pekan terakhir KPK telah melakukan penggeledehan terhadap kantor OPD dan rumah pejabat di Pekanbaru yang berkaitan dengan kasus korupsi.
Kini KPK tengah memfokuskan perhatiannya pada dana aliran uang yang diduga mengalir ke berbagai pihak.
Dana sebesar Rp600 juta di duga mengalir kepada kerabat Kepala Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau, M Arief Setiawan.
KPK menduga uang tersebut terkait setoran proyek yang sebelumnya juga menjadi dasar penetapan Abdul Wahid dan dua orang lainnya sebagai tersangka.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa pihaknya sedang memastikan peran pihak yang menerima uang tersebut.
“Apakah uang yang diterima kerabat Kepala Dinas PUPRPKPP ini hanya sebagai representasi atau wadah tampung dari Kepala Dinas PUPRPKPP, atau seperti apa? Nah itu yang akan didalami,” kata Budi Prasetyo, mengutip riaupos, Kamis (20/11/2025).
KPK Panggil Saksi
Pada Rabu (19/11) KPK memanggil sejumlah saksi guna memperkuat konstruksi perkara ini. Sekretarais Daerah (Sekda) Provinsi Riau, Syahrial Abdi.
Pemeriksaan terhadap pejabat tinggi birokrasi itu dinilai penting untuk menelusuri proses pengangguran dan struktur pengambilan keputusan dilingkungan Pe,prov Riau.
“KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan TPK di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2025,” ungkapnya.
Selain itu, ada Sekdus PUPR Riau, FER selaku Subkoordinator Perencanaan program PUPR, ADW PNS PUPR, BRT Kasubkeu PUPR, DFH, serta ZUL yang merupakan Kabid Bina Marga yang juga sekaligus mantan kepala Bidang di PUPR bersama dengan TZ.
Gelombang pemeriksaan ini melanjutkan pemanggilan tujuh saksi pada hari sebelumnya, yang terdiri dari Kabag TU Setda Riau AS, Kasubbag TU APA, Kabag Protokol RFF, dua pihak swasta HS dan FK, FR driver Gubernur, serta HL honorer PUPR. Sebelum itu, lima saksi lainnya juga telah diperiksa, termasuk tiga pramusaji rumah dinas Gubernur serta staf dari Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.
Rangkaian pemanggilan yang melibatkan lebih dari 20 saksi ini menguatkan dugaan adanya setoran “jatah preman” senilai Rp7 miliar yang dikaitkan dengan penambahan anggaran UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar pada Tahun Anggaran 2025. Penyidik juga mendalami dugaan ancaman pencopotan jabatan bagi pejabat yang menolak memenuhi permintaan setoran.
(***)