RIAU24.COM - Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Jumat (10 Oktober) mengangkat kembali Sebastien Lecornu sebagai perdana menteri, beberapa hari setelah ia mengundurkan diri.
Macron menghadapi krisis politik besar-besaran dengan para pesaingnya yang menuntut pemilihan ulang dan pengunduran dirinya.
Ketika ia kembali menunjuk loyalisnya, Lecornu, partai-partai oposisi menyebutnya lelucon buruk dan menuduh Macron tidak peka dan terisolasi.
Lecornu menghadapi tantangan krusial: menyerahkan anggaran nasional Prancis ke parlemen paling lambat Senin malam.
Dalam pesan di akun X, Lecornu menyatakan komitmennya terhadap tugas mendesak ini, dan menekankan perlunya menyelesaikan krisis politik yang membuat frustrasi banyak warga Prancis dan merusak citra negara.
Ia menekankan bahwa pemerintahannya harus fokus pada penanganan masalah sehari-hari dan pemulihan stabilitas.
Lecornu juga menegaskan bahwa siapa pun yang bergabung dengan kabinetnya harus mengesampingkan ambisi pribadi untuk menggantikan Presiden Macron pada tahun 2027.
Tindakan pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi pertikaian politik internal yang telah melemahkan pemerintahan minoritas Prancis dan memecah belah parlemen.
Bagaimana Lecornu diangkat dan mengapa dia mengundurkan diri?
Pada awal September, Sébastien Lecornu diangkat menjadi perdana menteri Prancis di tengah meningkatnya frustrasi publik, tekanan ekonomi, dan parlemen yang terpecah belah.
Misi utamanya adalah meraih dukungan untuk anggaran penghematan ketat yang direncanakan untuk tahun 2026.
Lecornu menjadi perdana menteri kelima dalam waktu kurang dari dua tahun, menghadapi kebuntuan politik serupa.
Meskipun berjanji untuk merombak pemerintahan, kabinetnya sangat mirip dengan kabinet sebelumnya, yang memicu kritik luas.
Dihadapkan dengan perpecahan yang mendalam di parlemen, kekhawatiran dari investor, dan tantangan yang semakin besar, Lecornu mengundurkan diri hanya beberapa minggu setelah menjabat, yang menyoroti ketidakstabilan politik Prancis yang terus berlanjut.
Krisis politik Prancis
Prancis saat ini terjebak dalam kebuntuan politik yang dipadu dengan kesulitan keuangan, karena rasio utang terhadap PDB-nya termasuk yang tertinggi di Uni Eropa.
Selama tiga tahun berturut-turut, anggaran telah disahkan tanpa pemungutan suara parlemen, yang semakin mengasingkan para penentangnya.
Meskipun Lecornu berjanji untuk memulihkan debat parlemen dan mengakhiri praktik ini, pengunduran dirinya menunjukkan betapa sulitnya memerintah tanpa mayoritas yang jelas.
Situasi ini berakar pada upaya Presiden Emmanuel Macron yang gagal tahun lalu untuk memperkuat mandatnya melalui pemilihan umum cepat, yang justru melemahkan partai sentrisnya dan Prancis menghadapi ketidakpastian politik dan ekonomi yang berkelanjutan.
(***)