RIAU24.COM -Pengamat politik Rocky Gerung menilai bahwa keputusan Presiden Prabowo Subianto dalam memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto merupakan langkah strategis untuk menjaga stabilitas politik dan mempertegas arah kepemimpinannya.
Dalam sebuah diskusi yang disiarkan melalui kanal YouTube Channel @OfficialiNews, Rocky menyebut bahwa keputusan tersebut bukan sekadar tindakan hukum, melainkan koreksi terhadap dinamika kekuasaan sebelumnya yang menurutnya sarat dengan “perjanjian kotor” antara mantan Presiden Joko Widodo dan sejumlah proksinya di institusi hukum.
“Jika abolisi dan amnesti tidak dikeluarkan, justru Prabowo yang akan jatuh. Ini bukan sekadar soal teknis hukum, tapi koreksi terhadap nilai dan moral,” ujar Rocky.
Rocky juga menggambarkan situasi ini melalui analogi film Hollywood "I Know What You Did Last Summer", yang menceritakan kejahatan masa lalu yang akhirnya terbongkar. Ia menyebut ada pihak-pihak dalam lingkaran kekuasaan yang mengetahui rahasia kelam tersebut dan menggunakannya sebagai tekanan politik.
“Tom dan Hasto seperti berkata pada Jokowi: 'Saya tahu apa yang Anda lakukan waktu itu'. Dan itulah yang kini dikoreksi,” ucapnya.
Lebih lanjut, Rocky menilai bahwa keputusan Prabowo mencerminkan keberpihakan pada suara rakyat, alih-alih mengikuti suara elite.
“Suara rakyat itu bicara kepada Tuhan, dan Prabowo mendengar suara itu. Maka ia bertindak,” tambahnya.
Dalam pernyataan yang sama, Rocky juga memprediksi akan terjadi "radical break" setelah tanggal 17 Agustus 2025. Ia tidak menyebut secara spesifik bentuk peristiwa tersebut, namun mengisyaratkan kemungkinan terjadinya perombakan besar dalam struktur kekuasaan, termasuk reshuffle kabinet atau pemutusan pengaruh dari pemerintahan sebelumnya.
“Setelah 17 Agustus, pasti ada break, dan break itu harus radikal. Masa abolisi dan amnesti dilakukan tanpa konsekuensi politik lanjutan?” ujarnya.
Meski demikian, tidak semua pihak sepakat dengan prediksi Rocky. Sejumlah peserta diskusi menyebut bahwa kemungkinan “radical break” masih terlalu spekulatif dan belum memiliki indikator yang kuat.
Sementara itu, menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, dinamika politik nasional disebut cenderung mereda. Beberapa kalangan menyerukan agar momen kemerdekaan dimaknai sebagai waktu refleksi dan rekonsiliasi, sebelum kembali pada dinamika politik yang lebih intensif.
Kabar terbaru, Abolisi yang diterima eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menimbulkan perdebatan baru dalam kasus importasi gula di tahun 2015-2016.
Para terdakwa yang berasal dari kalangan korporasi menuntut agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencabut dakwaan terhadap mereka karena Tom, sebagai pelaku utama dalam kasus ini, sudah bebas dan ditiadakan proses serta akibat hukumnya.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (5/8/2025) para kuasa hukum terdakwa menyampaikan sebuah surat permohonan tersebut kepada majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU).
“Kami mohon kepada Kejaksaan agar Kejaksaan menarik mencabut surat dakwaan,” ujar kuasa hukum dari Direktur PT Angels Products Tony Wijaya, Hotman Paris, yang mewakili para terdakwa.
Hotman mengatakan, dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 Tahun 2025 tentang abolisi kepada Tom Lembong, proses hukum importasi gula dinilai sudah sepatutnya ditiadakan.
“Intinya majelis, terkait dengan adanya Keppres tentang abolisi yang tegas-tegas menyatakan semua proses hukum dan akibat hukumnya terkait kasus gula impor ditiadakan,” kata Hotman.
Ia menyinggung posisi Tom selaku eks Mendag yang dulu duduk sebagai terdakwa dan diduga memperkaya pihak korporasi.
Tom dinilai sebagai pelaku utama tindak pidana, sementara pihak korporasi merupakan pihak yang turut serta. Karena Tom Lembong sudah menerima abolisi alias proses dan akibat hukumnya sudah ditiadakan, pihak korporasi meminta agar kasus mereka juga dicabut.
“Tom Lembong dituduh melakukan pelanggaran hukum untuk memperkaya klien kami. Padahal, Tom Lembong sudah tidak lagi diproses akibat hukum,” kata Hotman.
Respons jaksa
Dalam sidang kemarin, pihak Kejagung yang diwakili JPU mengusulkan agar sidang untuk terdakwa lainnya tetap dilanjutkan. Salah seorang JPU mengingatkan, dalam keputusan presiden yang diteken Presiden Prabowo Subianto, hanya Tom Lembong yang mendapatkan abolisi.
"Di dalam keppres tersebut, kan tidak implisit menyebutkan para terdakwa. Cuma di situ hanya untuk satu orang, saudara Thomas Trikasih Lembong di keppres nomor 18 tahun 2025,” kata JPU itu.
Menilik ke belakang, Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung Sutikno juga pernah menegaskan bahwa keppres itu mengaturr abolisi yang diberikan Presiden Prabowo bersifat personal untuk Tom Lembong.
Abolisi untuk Tom juga sudah disebutkan tidak menghentikan proses pidana bagi terdakwa lainnya.
Sutikno menjelaskan, penyidik punya banyak cara untuk melakukan penyidikan. Selain kesaksian dari Tom, ada barang bukti lain yang mendukung untuk membuktikan adanya korupsi impor gula.
Selain Tom Lembong, ada 10 terdakwa lain yang juga diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi importasi gula. Satu terdakwa telah divonis bersalah oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Ia adalah Mantan Direktur PT PPI, Charles Sitorus, yang dihukum 4 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
Sementara itu, ada sembilan terdakwa dari pihak korporasi yang masih menjalani proses persidangan.
Para terdakwa ini adalah, Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products, Tony Wijaya NG; Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo; Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan; Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat, Kemudian, Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca; Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat; kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A Tiwow; Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur, Hans Falita Hutama; dan Direktur PT Kebun Tebu Mas, Ali Sandjaja Boedidarmo.
(***)