Pitra Romadoni-Rocky Gerung Terlibat Perdebatan Panas soal 'Fufufafa' dan Legitimasi Pemerintahan

R24/zura
Pitra Romadoni-Rocky Gerung Terlibat Perdebatan Panas soal 'Fufufafa' dan Legitimasi Pemerintahan.
Pitra Romadoni-Rocky Gerung Terlibat Perdebatan Panas soal 'Fufufafa' dan Legitimasi Pemerintahan.

RIAU24.COM -Perdebatan tajam kembali mewarnai ruang publik usai pernyataan kontroversial Rocky Gerung mengenai isu “Fufufafa” yang dinilainya terkait dengan dinamika politik nasional.

Pernyataan tersebut memicu respons keras dari praktisi hukum Pitra Romadoni Nasution dalam program Rakyat Bersuara yang tayang di YouTube @officialiNews, Selasa (5/8/2025).

Dalam forum tersebut, Pitra meminta agar publik tidak lagi terjebak pada isu-isu yang disebutnya sebagai "pengalihan perhatian", termasuk dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo dan istilah “Fufufafa” yang dilontarkan Rocky Gerung.

"Kalau memang ada persoalan hukum, laporkan saja. Jangan menjadikan ini alat serangan politik," ujar Pitra.

Pitra menilai, saat ini adalah momentum bagi bangsa untuk bersatu di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Ia menyebut keputusan-keputusan Prabowo sebagai bentuk kenegarawanan dan meminta masyarakat untuk tidak mudah mencurigai atau menodai kebijakan yang diambil demi menjaga persatuan nasional.

"Hari ini adalah masanya Prabowo. Apapun keputusannya, rakyat harus mendukung. Karena itu demi keutuhan bangsa," kata dia.

Namun, kritik tajam datang dari Rocky Gerung. Menurutnya, suara publik tidak bisa dibungkam dengan ajakan "melupakan" isu-isu mendasar seperti dugaan ijazah palsu maupun pertanyaan publik terkait istilah yang ia lempar: "Fufufafa”.

"Itu bukan sekadar istilah. Itu muncul dari obrolan di warung, dari keresahan emak-emak. Piring kosong sebelum diisi sudah bunyi karena perut lapar. Itu ekspresi rakyat," ujar Rocky.

Pitra yang merasa tudingan tersebut tidak berdasar, menuntut Rocky untuk menyebut secara jelas siapa yang dimaksud dengan “pupu papa”. Ia bahkan meminta pembuktian hukum dan merujuk pada Pasal 184 KUHAP mengenai alat bukti yang sah dalam proses peradilan.

"Jangan menyebarkan istilah-istilah tanpa dasar. Kalau tahu, sebutkan. Kalau tidak tahu, jangan buat gaduh," tegas Pitra.

Ketegangan memuncak ketika Rocky kembali menyebutkan filosofi "tuan dan budak" dari Hegel sebagai bagian dari kritiknya terhadap relasi kuasa di Indonesia. Pitra menanggapi dengan menegaskan bahwa perdebatan publik seharusnya berpijak pada konstitusi dan sistem hukum, bukan filsafat yang menurutnya terlalu abstrak.

"Saya praktisi hukum, bukan ahli filsafat. Kita bicara fakta dan data, bukan metafora," kata Pitra dalam nada tinggi.

Menjelang akhir diskusi, Rocky tetap mempertahankan posisinya dengan menyatakan bahwa ia berbicara berdasarkan penalaran publik dan keresahan sosial yang kerap kali dianggap remeh oleh elite politik.

"Kita tahu siapa fufufafa itu, tapi banyak yang pura-pura tidak tahu. Atau justru, fura-fura tahu," ucap Rocky, menutup pernyataannya dengan gaya khas yang sarat sindiran.

Program pun diakhiri oleh pembawa acara Aiman Witjaksono yang mengingatkan bahwa perjuangan menghadirkan keadilan merupakan bagian dari upaya besar membangun republik.

"Ketidakadilan adalah musuh bersama yang harus dilawan," ucap Aiman menutup program.

Perdebatan ini menjadi gambaran bagaimana wacana politik di ruang publik semakin tajam, penuh silang pandang antara pendekatan moral-filosofis dan pendekatan legal-formal, serta memperlihatkan ketegangan antara elite intelektual dan praktisi hukum dalam menanggapi persoalan bangsa.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak