Demi Redakan Lapar, Warga Gaza Terpaksa Ikat Batu Bata di Perut

R24/riz
Warga Gaza
Warga Gaza

RIAU24.COM - Di tengah reruntuhan Kota Gaza, Hani Abu Rizq melangkah dengan dua batu bata terikat di perutnya. Tali yang mengikat batu itu merobek bajunya yang kini kebesaran akibat berat badan yang terus menurun. 

Pria berusia 31 tahun itu tengah berjuang mencari makanan untuk ibunya dan tujuh saudara kandungnya. Ia menekan batu bata ke perutnya untuk menahan rasa lapar, sebuah cara kuno yang tak pernah ia bayangkan akan dilakukan di masa kini. 

“Kami kelaparan,” ujarnya dengan suara lemah karena kelelahan. 

“Bahkan kata kelaparan saja tidak cukup menggambarkan apa yang kami rasakan,” tambahnya sembari memandangi orang-orang yang melintas. 

Baca Juga: Konvoi Truk WHO Bawa Bantuan Medis Krusial Masuk ke Gaza 

Gerakan memperbaiki tali di pinggangnya telah menjadi rutinitas harian. 

“Saya kembali melakukan hal yang dilakukan orang-orang zaman dahulu, mengikat batu ke perut demi menahan lapar. Ini bukan sekadar perang, ini kelaparan yang disengaja,” ucap dia, dikutip dari Al Jazeera pada Kamis (31/7). 

Kehidupan Gaza yang berubah Sebelum perang pecah pada 7 Oktober 2023, makanan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari warga Gaza. 

Sarapan zaatar dan minyak zaitun, makan siang maqlooba dan musakhan, hingga makan malam dengan nasi, daging empuk, serta salad segar dari kebun menjadi pemandangan lazim. 

Abu Rizq mengenang masa-masa itu dengan pilu. Hidangan rumahan yang dulu ditata indah di ruang makan kini hanya tinggal kenangan. 

“Sekarang, kami membeli gula dan garam per gram,” ujarnya sambil menunjuk kios pasar yang kosong. 

“Tomat dan mentimun hanya bisa kami impikan. Gaza kini lebih mahal dari ibu kota dunia, sementara kami tidak punya apa-apa,” ucapnya. 

Hampir dua tahun sejak konflik dimulai, pasokan makanan di Gaza kian menipis. Wilayah yang terkepung itu sepenuhnya bergantung pada otorisasi Israel untuk mengizinkan masuknya barang, mulai dari tepung hingga gas. 

Baca Juga: Tesla Dinyatakan Bersalah Sebagian dalam Kecelakaan Maut 'Autopilot', Juri Berikan Ganti Rugi 242 Juta Dolar

Sejak 2 Maret lalu, jumlah barang kebutuhan pokok yang masuk kian menurun drastis. Bahkan, Israel menutup sepenuhnya akses makanan dari Maret hingga Mei. 

Hingga kini, pengiriman bantuan masih sangat terbatas, memicu kecaman internasional.

Anak-anak jadi korban terbesar Data Kementerian Kesehatan Gaza mencatat, hingga Kamis (31/7), sedikitnya 159 warga Palestina meninggal akibat kekurangan gizi dan dehidrasi, termasuk 90 anak-anak dan bayi.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak