Tom Lembong Dikriminalisasi? Anies Baswedan: Ini Bukan Hukum, Tapi Jebakan Politik

R24/zura
 Tom Lembong Dikriminalisasi? Anies Baswedan: Ini Bukan Hukum, Tapi Jebakan Politik. (Tangkapan Layar)
Tom Lembong Dikriminalisasi? Anies Baswedan: Ini Bukan Hukum, Tapi Jebakan Politik. (Tangkapan Layar)

RIAU24.COM - Putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menuai gelombang kritik dari berbagai pihak. Salah satu suara paling lantang datang dari mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang menyebut vonis tersebut mencerminkan “kriminalisasi berkedok hukum”, bahkan menyebutnya sebagai jebakan yang merusak integritas sistem peradilan.

Dalam acara Rakyat Bersuara yang disiarkan langsung dari MNC Conference Hall Jakarta, Anies menyampaikan bahwa proses hukum terhadap Tom Lembong tidak menunjukkan adanya unsur mens rea atau niat jahat—sebuah elemen yang seharusnya menjadi dasar dari tuduhan pidana korupsi.

“Kita menyaksikan 23 kali sidang terbuka, disorot publik dan media, tapi ketika vonis dijatuhkan, seolah semua itu tidak pernah terjadi. Padahal hakim sendiri menyatakan tidak ditemukan niat jahat dari Tom Lembong,” ujar Anies dengan nada kecewa.

Menurut Anies, kekecewaan bukan hanya karena Tom adalah sahabatnya, tetapi karena kasus ini membuka luka lebih besar pada sistem hukum yang digunakan bukan untuk mencari kebenaran, melainkan untuk menghukum secara sepihak.

“Ini bukan soal kalah atau menang. Ini tentang apakah logika hukum masih berdiri di atas logika nurani. Ketika orang sejujur dan setransparan Tom Lembong bisa divonis, bagaimana nasib jutaan warga lain yang tak punya nama besar?” tambahnya.

Vonis tersebut juga dinilai menyimpan muatan politik. Dari enam menteri perdagangan yang pernah menjabat selama satu dekade kepemimpinan Presiden Joko Widodo, hanya Tom Lembong yang diproses secara pidana. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa Lembong dijadikan target karena keputusan kebijakan yang dianggap kontroversial atau merugikan pihak tertentu—meski tidak terbukti menguntungkan dirinya secara pribadi.

Anies menggarisbawahi bahwa kriminalisasi terhadap pengambil kebijakan berpotensi menimbulkan efek jera bagi pejabat negara lainnya. Ia menilai, bila setiap keputusan strategis yang diambil untuk menyelamatkan kepentingan publik bisa dipidana, maka para birokrat dan profesional akan takut mengambil tanggung jawab.

“Kalau keputusan yang sah dan berdasarkan kewenangan bisa dipidana hanya karena ada pihak lain yang diuntungkan, maka yang dihukum bukanlah korupsi—tapi keberanian untuk bertindak,” tegasnya.

Tak hanya itu, Anies memperingatkan bahwa ketidakpastian hukum seperti ini akan mengikis kepercayaan investor asing dan membuat para talenta profesional enggan bergabung dengan pemerintah.

“Tom Lembong adalah contoh dari talenta global yang pulang untuk membangun negeri. Tapi ketika justru dikriminalkan, pesan yang muncul ke luar adalah: jangan kembali, karena negeri ini tak aman bagi orang-orang jujur,” ujarnya.

Ketika ditanya apakah ia pesimis terhadap upaya banding atau kasasi, Anies menyatakan optimismenya. Ia yakin bahwa masih banyak aparat hukum yang memiliki integritas dan mampu mengembalikan keadilan dalam proses hukum selanjutnya.

“Saya percaya, dalam sistem hukum kita masih ada orang-orang baik yang bisa menyelamatkan proses yang bermasalah ini dan memberikan pesan bahwa tanggung jawab publik adalah sesuatu yang harus dihormati,” tutupnya.

Menanggapi pertanyaan mengapa ia tetap setia mendampingi Tom Lembong meski banyak pihak menjauh, Anies menjawab bahwa itulah bentuk keberanian moral.

“Kesetiakawanan bukan kelemahan, melainkan keberanian untuk tetap berdiri di sisi yang benar, bahkan ketika kita sendirian.”

Kasus Tom Lembong kini memasuki babak baru, dengan jaksa mengajukan banding. Publik menunggu, apakah sistem hukum Indonesia mampu memperbaiki citranya atau justru semakin kehilangan kepercayaan rakyat.

Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Mahfud MD menyebut, Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong tidak bisa dipidana dalam kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016. Diketahui, Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair enam bulan kurungan. 

Tom Lembong dinyatakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, terbukti bersalah terkait kebijakan importasi gula kristal mentah. Akibatnya, menurut hakim, negara mengalami kerugian sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar.

Mahfud MD menyebut, seseorang dapat dijerat sebagai tersangka kasus korupsi apabila memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi dengan cara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.

Oleh karenanya, menurut Mahfud, Tom Lembong masih bisa ditersangkakan jika memperkaya orang lain atu korporasi. 

"Jadi, meskipun Tom Lembong tidak menerima dana tersebut, tapi jika memperkaya orang lain atau korporasi, maka bisa disangka korupsi jika ditambah unsur melawan hukum dan merugikan keuangan negara," kata Mahfud kepada Kompas.com, Selasa, 22 Juli 2025.

Namun, setelah mengikuti jalannya persidangan, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini menyatakan bahwa hakim telah melakukan kesalahan dengan menjatuhkan hukuman pidana terhadap Tom Lembong. Sebab, Mahfud mengatakan, sepanjang persidangan tidak ditemukan niat jahat atau mens rea dalam perbuatan Tom Lembong. 

"Untuk menghukum seseorang, selain actus reus (perbuatan pidana), masih harus ada mens rea atau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea atau niat jahat," ujar Mahfud.

Kemudian, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menilai, kebijakan importasi gula yang dilakukan Tom Lembong hanyalah melaksanakan tugas. 

“Dengan demikian, kebijakan yang dilakukan Tom Lembong itu berasal dari hulu yang mengalir kepadanya, untuk diteruskan lagi sampai ke hilir. 

"Menurut saya, tidak ada unsur mens rea sehingga tidak bisa dipidanakan. Dalilnya 'geen straf zonder schuld', artinya 'tidak ada pemidanaan jika tidak ada kesalahan'. Unsur utama kesalahan itu adalah mens rea. Nah, di kasus Tom Lembong tidak ditemukan mens rea karena dia hanya melaksanakan tugas dari atas yang bersifat administratif," kata Mahfud. 

Kritik Hakim Hitung Sendiri Kerugian Negara Lebih lanjut, Mahfud menyinggung perihal majelis hakim yang menghitung kerugian negara sendiri padahal sudah ada hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

"Selain kelemahan dari sudut mens rea, vonis untuk Tom Lembong juga tidak menunjukkan rangkaian logis tentang actus reus yang bisa dibuktikan. Kelemahan lain, perhitungan kerugian negara yang resmi dibuat oleh BPKP dinilai tidak benar sehingga majelis hakim membuat hitungan dengan matematikanya sendiri," ujar Mahfud.

Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim, kebijakan Tom Lembong mengimpor gula kristal mentah telah merugikan negara sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar. Kerugian itu timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong. Majelis menyebut, harga pokok penjualan (HPP) gula saat itu Rp 8.900 per kilogram. Namun, PT PPI membeli dari para produsen itu senilai Rp 9.000 per kilogram. 

“Didasari atas perbuatan secara melawan hukum telah pula mengakibatkan kerugian keuangan negara in casu kerugian keuangan PT PPI Persero karena uang sejumlah Rp 194.718.181.818,19 seharusnya adalah bagian keuntungan yang seharusnya diterima oleh PT PPI Persero,” kata Hakim Anggota, Alfis Setiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat, 18 Juli 2025. 

Vonis Salah dan Tak Dapat Dihukum Atas dasar itu, Mahfud menilai bahwa vonis yang dijatuhkan terhadap Tom Lembong adalah salah.

Tom Lembong Banding 

Untuk diketahui, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir menyatakan bahwa pihaknya berencana akan mengajukan permohonan banding atas putusan 4,5 tahun penjara.

Ari mengatakan, pihaknya bahkan akan mengajukan banding jika Tom Lembong dinyatakan bersalah dan dihukum penjara selama satu hari. “Dihukum satu hari saja, Pak Tom akan banding,” ujar Ari menegaskan.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak