RIAU24.COM - Dalam sebuah langkah besar dan mengejutkan, Jepang telah meluncurkan investigasi anti-dumping terhadap impor baja nirkarat dari Tiongkok dan Taiwan.
Investigasi ini diumumkan bersama oleh Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang serta Kementerian Keuangan, dengan alasan kekhawatiran atas harga yang terlalu rendah dan merugikan industri dalam negeri.
Mereka dilaporkan akan meneliti lembaran dan strip baja nirkarat canai dingin berbahan dasar nikel.
Produk-produk ini sangat penting di sektor konstruksi, otomotif, dan peralatan rumah tangga di mana perang harga telah meningkat.
Penyelidikan ini bermula dari pengaduan resmi yang diajukan pada 12 Mei oleh Nippon Steel, produsen baja terbesar di Jepang, dan produsen domestik lainnya.
Nippon Steel dan produsen domestik lainnya menuduh bahwa mereka dirugikan oleh impor yang lebih murah, yang memaksa mereka untuk memangkas harga dan menyerap tekanan biaya, sehingga membahayakan profitabilitas.
Seberapa murahkah impor ini?
Menurut permohonan yang diajukan oleh produsen baja Jepang, impor baja Tiongkok dijual di Jepang dengan harga 20 hingga 50 persen lebih rendah daripada di pasar domestik mereka, sementara impor baja Taiwan 3 hingga 20 persen lebih murah.
Berdasarkan perbedaan harga ini, pengaduan tersebut mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah sangat memengaruhi kemampuan mereka untuk membebankan kenaikan biaya produksi kepada pelanggan.
Reuters melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan Jepang tersebut juga mengklaim laba operasi menurun, kerugian meningkat, dan kerusakan pada skala produksi mereka, semuanya terkait dengan lonjakan baja berbiaya rendah yang membanjiri pasar Jepang.
Kelebihan pasokan baja dan kekhawatiran global
Hal ini terjadi di saat pasar baja global sedang tertekan, dengan banyak negara menuduh perusahaan-perusahaan Tiongkok membanjiri pasar global dengan baja yang disubsidi negara.
Jepang, yang merupakan pemain utama dalam industri baja, sejauh ini menahan diri untuk tidak menerapkan langkah-langkah perdagangan yang bersifat menghukum, meskipun negara-negara lain, seperti AS, Uni Eropa, dan India, telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi sektor baja mereka.
Kini, tampaknya Tokyo telah mengubah haluan.
Tadashi Imai, Ketua Federasi Besi dan Baja Jepang sekaligus Presiden Nippon Steel, telah lama menyuarakan kekhawatiran bahwa proteksionisme global dapat membuat Jepang rentan terhadap impor baja murah, merugikan produsen dalam negeri, dan mengikis basis industri Jepang.
Peringatannya mungkin akhirnya mendapat simpati dari para pembuat kebijakan.
Apa yang terjadi selanjutnya?
Investigasi ini diperkirakan akan selesai dalam waktu satu tahun, dan setelah itu pemerintah Jepang akan memutuskan apakah akan mengenakan bea antidumping atas impor yang dimaksud.
Bea ini bertujuan untuk menetralkan keunggulan harga produk asing dan melindungi produsen dalam negeri dari persaingan tidak sehat.
Kementerian Ekonomi Taiwan menolak berkomentar, sementara Kementerian Perdagangan Tiongkok belum memberikan tanggapan, menurut Reuters.
Untuk saat ini, langkah ini menandai fase baru dalam sikap perdagangan Jepang, yang mencerminkan meningkatnya rasa frustrasi terhadap distorsi pasar yang disebabkan oleh kelebihan produksi Tiongkok dan ketidakseimbangan ekonomi global.
Hal ini juga menandakan kesediaan Jepang untuk mempertahankan sektor industrinya, meskipun itu berarti mengambil posisi perdagangan yang lebih konfrontatif.
(***)