RIAU24.COM - Ada sekitar 500 kasus kusta hingga Juli 2025 dengan 5 persen di antaranya merupakan kelompok usia anak. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi dr Alamsyah mencatat pasien termuda berusia 12 tahun.
Dalam periode yang sama, ada enam anak yang terpapar kusta, infeksi kulit kronis pemicu kerusakan saraf. Anak-anak tertular dari mana?
Berdasarkan hasil surveilans, dr Alamsyah merinci penularan kasus kusta di kelompok anak paling banyak terjadi di lingkup keluarga. Hingga kini, nihil temuan kontak erat pasien kusta di lingkup sekolah.
"Penularan paling banyak di keluarga, dan memang kebanyakan dari orangtuanya," tutur dr Alamsyah saat ditemui detikcom di Puskesmas Sirnajaya, Rabu (23/7/2025).
"Sejauh ini kita belum menemukan penularan di sekolah," lanjutnya.
Beruntungnya, lebih dari 89 persen kasus kusta yang ditemukan di Kabupaten Bekasi, belum mengalami kecacatan.
"Kebanyakan mereka ditemukan di tahap awal dan masih sangat mungkin untuk sembuh. Banyaknya baru diketahui sekitar 3 bulan setelah bergejala," beber dia.
Tantangan pengobatan kusta pada anak mencakup stigma sosial, keterbatasan akses layanan kesehatan, dan kurangnya pemahaman soal kusta di masyarakat. Selain itu, diperlukan upaya deteksi dini dan pengobatan yang efektif untuk mencegah kecacatan dan penyebaran penyakit.
Gejala kusta pada usia muda pada dasarnya sama dengan gejala kelompok dewasa, tetapi perlu diperhatikan karena seringkali tidak disadari atau terlambat dideteksi.
Gejala awal bisa berupa bercak kulit yang mati rasa, kulit kering dan kaku, serta luka yang sulit sembuh. Penting untuk mewaspadai gejala ini karena kusta dapat menyebabkan kecacatan jika tidak ditangani sejak dini.
Luka pada kulit yang tidak kunjung sembuh, bahkan setelah diobati dengan obat kulit biasa, dan terkadang disertai saraf yang terinfeksi, hingga membengkak dan terasa nyeri.
Pasien juga bisa mengalami gangguan penglihatan seperti mata menjadi kering, iritasi, atau bahkan mengalami gangguan penglihatan. ***