RIAU24.COM - Anggota DPD asal Aceh, H. Sudirman alias Haji Uma geram dengan rencana penambahan batalyon TNI di Aceh.
Hal ini karena kebijakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap perjanjian damai MoU Helsinki antara GAM dan Pemerintah Pusat sejak 2005 dikutip dari rmol.id, Minggu, 29 Juni 2025.
Menurutnya, MoU Helsinki memutuskan jumlah maksimal personel TNI organik yang dapat ditempatkan di Aceh adalah 14.700 personel.
Sehingga, rencana penambahan enam batalyon baru, yang akan menambah lebih dari dua ribu personel, disebutnya sebagai bentuk pelanggaran yang nyata.
"Aceh saat ini bukan zona perang dan masyarakat saat ini hidup dalam suasana damai, kehadiran militer dalam jumlah besar bisa menimbulkan trauma baru," ujarnya.
Dia juga mempertanyakan alasan penambahan batalyon yang disebut-sebut untuk mendukung ketahanan pangan.
Baginya, narasi tersebut tidak masuk akal dan justru menimbulkan kecurigaan serta keresahan di tengah masyarakat.
Dia juga menyayangkan bahwa proyek berskala besar ini tidak dikomunikasikan secara terbuka kepada masyarakat maupun kepada Pemerintah Aceh, dan justru dijalankan secara senyap dengan alokasi anggaran yang sangat besar.
Menurutnya, nilai anggaran negara yang digunakan untuk pembangunan fasilitas militer di Aceh, yakni total nilai kontrak mencapai lebih dari Rp238 miliar.
Enam titik pembangunan semula direncanakan tersebar di Aceh Singkil, Nagan Raya, Pidie, Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Aceh Timur.