Fakta Terbaru Tambang Nikel Raja Ampat: Pencabutan IUP hingga Potensi Adanya Pidana 

R24/zura
Fakta Terbaru Tambang Nikel Raja Ampat: Pencabutan IUP hingga Potensi Adanya Pidana. (X/Foto)
Fakta Terbaru Tambang Nikel Raja Ampat: Pencabutan IUP hingga Potensi Adanya Pidana. (X/Foto)

RIAU24.COM -Aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, menjadi sorotan dalam beberapa waktu belakangan.

Presiden Prabowo Subianto kemudian memutuskan mencabut empat dari lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi di Raja Ampat.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan pencabutan dilakukan atas berbagai pertimbangan dan persetujuan Prabowo.

"Kemarin bapak Presiden memimpin ratas bahas IUP di Raja Ampat ini dan atas persetujuan presiden, kami memutuskan bahwa pemerintah akan mencabut IUP untuk 4 perusahaan di Kabupaten Raja Ampat," kata Prasetyo beberapa waktu lalu.

Berikut sejumlah fakta soal pertambangan di Raja Ampat:

IUP 4 perusahaan dicabut, 1 dipertahankan

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkap keempat perusahaan yang dicabut izinnya adalah PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham. Sedangkan, IUP yang dikantongi PT Gag Nikel tetap dipertahankan.

Bahlil mengatakan IUP PT Gag Nikel tetap dipertahankan karena setelah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aspek lingkungan dan teknis, perusahaan tidak melakukan pelanggaran.

Peninjauan langsung di lapangan menunjukkan kegiatan tambang berjalan sesuai ketentuan dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang berarti.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bahwa pertambangan nikel di Raja Ampat berpotensi kuat menimbulkan pelanggaran hak asasi, khususnya di bidang lingkungan hidup.

Berpotensi sangat kuat menimbulkan adanya pelanggaran HAM, terutama di bidang lingkungan hidup. 

Setiap warga negara punya hak dan dijamin dalam konstitusi untuk mendapatkan hak atas lingkungan hidup yang sehat," kata Ketua Komnas HAM RI Anis Hidayah dalam keterangan tertulis, Jumat (13/6).

Komnas HAM menegaskan perusakan lingkungan hidup bertentangan dengan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sebagaimana dijamin oleh Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Berdasarkan data dan fakta awal, Komnas HAM mendapati bahwa terdapat enam pulau kecil di Raja Ampat yang menjadi lokasi pertambanga nikel.

Menurut Komnas HAM, keenam pulau tersebut termasuk dalam kategori pulau kecil yang seharusnya tidak digunakan untuk aktivitas pertambangan, seperti diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Selain itu, imbuh Anis, kerusakan lingkungan yang luas dan konflik sumber daya alam juga berpotensi menimbulkan konflik sosial secara horizontal, yakni antara masyarakat yang pro dengan pertambangan dengan masyarakat yang kontra.

Selidiki Potensi Pidana 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan jajarannya tengah mendalami dugaan tindak pidana terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat.

Sigit mengatakan Polri menggandeng kementerian dan lembaga terkait pertambangan selama pendalaman pelanggaran itu.

"Anggota kita saat ini bersama dengan kementerian terkait sedang melaksanakan pendalaman," ujarnya kepada wartawan di Gedung Tribrata, Jakarta, Kamis (12/6).

Sigit menjelaskan Polri juga telah memulai proses penyelidikan untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana terkait IUP tersebut.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak