RIAU24.COM - Aplikasi permainan Roblox tengah menjadi perhatian pemerintah karena memuat pengaruh buruk untuk anak.
Mendikdasmen Abdul Mu’ti bahkan menyebut permainan itu mengandung unsur kekerasan hingga membuat anak menjadi pemalas.
Psikolog Anak lulusan Universitas Indonesia, Mira Amir, mengamini pengaruh buruk yang timbul dari Roblox. Menurutnya, permainan Roblox atau semacamnya bisa memicu anak melakukan tindak kriminalitas.
Salah satu contohnya adalah anak jadi mencuri karena ingin membeli item-item berbayar di dalam permainan tersebut.
“Kalau di Roblox ada peluang untuk itu (membeli item berbayar) ya bisa ada kemungkinan anak terjerumus ke perilaku mencuri karena ada kebutuhan,” ucap dia saat dihubungi, Rabu (6/8).
Selain itu, Mira menyebut permainan di gawai handphone seperti Roblox dan lainnya berpotensi membuat anak susah fokus saat belajar.
“(Game berpengaruh) pada kemampuan anak belajar ya. Rentang perhatian jadi pendek, baca buku adalah tugas yang amat sangat sulit gitu. Udahlah anaknya nggak bisa baca ya kan, kebanyakan depan layar,” ucap dia.
“Itu rentang atensi itu, kemampuan untuk jaga fokus, itu jadi rendah,” tambahnya.
Mira juga menyorot kebebasan komunikasi antar pemain di dalam permainan semacam Roblox ini. Menurutnya, anak bisa saja bertemu dengan orang dewasa yang tak dikenalnya.
“Dikhawatirkan juga ada ini, apa namanya, komunikasi dari si… apa namanya, itu kan bisa saling ini ya, komunikasi antar pemainnya gitu kan. Kita gak tahu si anak kita ini berkomunikasi dengan yang usia berapa di ujung sana gitu kan,” ucap Mira.
“Jadi tindak kriminal gitu kan itu juga bisa terdapat di sana gitu,” tambahnya.
Mira pun menyebut, pengawasan orang tua menjadi penting untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan tersebut. Salah satu kuncinya, menurut Mira, adalah menjaga hubungan baik antar orang tua dan anak.
Mira menyebut, orang tua harus bisa jadi tempat anak bercerita.
“Ya, jadi tahu pergerakan anak baik fisik dan mental, psikis seperti apa,” ucap Mira.
Namun, menurut Mira, orang tua tidak bisa semata-mata langsung meminta anak berhenti bermain game di dalam gawai. Orang tua harus bisa memberikan alternatif kegiatan lainnya.
“Kemungkinan orang tuanya hanya bisa melarang tapi nggak pernah bisa menghadirkan interaksi yang bermakna antara orang tua dengan anak gitu, nggak ada komunikasi yang juga konstruktif, gitu. Jadi, kan anak ini menemukan keasyikannya dengan si game Roblox itu kan, gitu ya. Orang tua tuh seringnya begitu, gitu ya, bisanya cuma ngelarang, tapi ngebangun gak bisa,” ucap Mira.
“Makanya kalau kami psikolog mengatakan gini, kalau anaknya dilarang, alternatif kegiatan untuk anak apa? Ibu bisa menghadirkan apa? Iya kan, ya dia (anak) mesti mikir sendiri, nggak bisa. Kalau anak-anak itu masih harus tanggung jawabnya orang tua untuk membangun pola kegiatan gitu ya, yang konstruktif gitu."
"Entar kadang-kadang orang tuanya sibuk sendiri sama gadget, scrolling-scrolling sendiri, gitu kan. anaknya didiamkan. Ya udah, anaknya akhirnya bertemannya sama gawai dan si Roblox itu tadi deh,” tambah Mira.
Akan tetapi, bila anak sudah kepalang kecanduan dengan Roblox dan benar-benar sulit dipisahkan, bahkan sampai tantrum, Mira menyarankan orang tua mendapatkan bantuan profesional.
“Itu kondisi yang kayak gitu tuh pasti sih saya akan sarankan untuk ke profesional,” ujar Mira.
“Itu (tantrum) adalah kemungkinan perilaku yang muncul di permukaan saja gitu lho,” tambah dia.
Mira menyebut, pembatasan anak untuk bermain game di gawai memang perlu dibuatkan sebuah regulasi.
“Kalau pemerintah ingin membatasi, khususnya game Roblox ini ya, go ahead,” ucap Mira.
Mira pun menyarankan, di dalam regulasi pemerintah, anak baru bisa memegang handphone di usia 13 tahun ke atas.
Baca Juga: Pilu Kelaparan Akut di Gaza, Italia Kirim Bantuan Kemanusiaan Jalur Udara
“Kalau kita lihat perkembangan otak ya sebaiknya ya paling nggak baru 13-14 tahun lah,” ujar Mira.
Menurut Mira, perhatian pemerintah dan orang tua menjadi sangat penting untuk melindungi anak dari permainan yang berbahaya.
“Jadi, nggak bisa cuma kita soroti anak-anaknya, anak-anak kan mereka masih bergantung pada lingkungan sekitarnya ya,” tandas dia.