RIAU24.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Jumat menyambut baik usulan kesepakatan damai tersebut dan untuk pertama kalinya mengonfirmasi bahwa Rusia telah secara resmi menerima salinan rencana perdamaian tersebut.
Rencana perdamaian tersebut jelas menguntungkan Rusia dan ambisi maksimalisnya.
"Saya yakin ini bisa menjadi fondasi bagi penyelesaian damai final," ujar Putin dalam sebuah pernyataan.
Ia juga mengancam akan merebut lebih banyak wilayah Ukraina, karena pasukan Rusia semakin mendekati kota Kupiansk di Ukraina, "yang pasti akan terulang di wilayah-wilayah penting lainnya di garis depan."
Komandan Rusia Sergei Kuzovlev menyebut kota Kupiansk sebagai roda penggerak utama pertahanan Ukraina.
Rencana perdamaian 28 poin menguntungkan Rusia
Rancangan rencana perdamaian yang terdiri dari 28 poin tersebut memberikan beban berat bagi Ukraina.
Rencana tersebut menyatakan bahwa Ukraina akan mempertahankan kedaulatannya, tetapi pembatasan selanjutnya menyiratkan sebaliknya.
Ukraina tidak dapat mempertahankan lebih dari 600.000 pasukan; Ukraina juga dilarang bergabung dengan NATO, dan NATO dilarang menerima keanggotaannya.
Aset Rusia yang dibekukan senilai sekitar $100 miliar akan digunakan untuk membangun kembali Ukraina, yang kemungkinan besar tidak akan menyenangkan Putin.
Namun, Rusia memiliki keunggulan dalam negosiasi ini, dan hal itu terlihat jelas dalam ketentuan kesepakatan.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, "Kami sepenuhnya terbuka untuk berdialog dan tetap siap untuk negosiasi perdamaian," seraya menambahkan bahwa kemajuan militer Rusia menjelaskan kepada Zelensky dan pemerintahannya bahwa akan lebih baik mencapai kesepakatan sekarang daripada nanti.
Ukraina harus mengakui kendali Rusia atas Krimea dan menyerahkan wilayah Donbas, yang telah menjadi fokus sebagian besar pertempuran sejak perang dimulai.
Bagi Putin, usulan ini berarti AS tidak siap berkonfrontasi dengan Rusia, dan merupakan tanda kemenangan bagi Rusia.
Rencana perdamaian AS-Rusia datang di saat yang sulit bagi Zelensky, karena pemerintahannya tengah dilanda skandal korupsi energi, dengan para menteri dan rekan bisnis Zelensky menjadi pusatnya.
Dalam sebuah pernyataan, Zelensky, menanggapi kesepakatan tersebut, mengatakan bahwa ia akan memberikan argumen dan alternatif.
Ia mengatakan bahwa Ukraina sedang menghadapi momen tersulit dalam sejarahnya, menghadapi pilihan antara kehilangan martabat atau risiko kehilangan mitra kunci.
Ia berkata, mengingat pernyataannya pada tahun 2022, "Kami tidak mengkhianati Ukraina saat itu, dan kami tidak akan melakukannya sekarang."
(***)