RIAU24.COM - SIAK — Ketika cuaca berubah lebih cepat daripada kalender, masyarakat desa di Siak tak punya banyak pilihan selain beradaptasi. Dalam tiga tahun terakhir, pola hujan dan musim kemarau tidak lagi menentu, dan dampaknya langsung terasa pada dapur warga. Namun di tengah situasi yang sulit itu, tiga desa Tumang, Kemuning Muda, dan Belading, muncul sebagai contoh bagaimana ketahanan pangan dapat dibangun dari bawah, dari tangan-tangan yang tetap bekerja meski kondisi serba tidak pasti.
Tumang: Menjaga Sawah dari Kepungan Rob
Desa Tumang di Kecamatan Sungai Apit setiap tahun menghadapi ancaman rob. Air asin yang menyusup ke sawah membuat tanah “mengeras” dan padi tidak tumbuh sebagaimana mestinya.
Di sebuah pagi berkabut, Rahmad (47) menunjuk bekas garis putih di pematang sawah.“Ini bekas garam. Kalau rob datang dua kali saja, tanah bisa rusak. Tapi kami tidak mungkin berhenti menanam,” katanya.
Untuk bertahan, warga Tumang memilih langkah-langkah sederhana namun efektif seperti Menanam padi toleran salinitas seperti Inpari 34, Membangun embung mini untuk menampung air hujan, Menghidupkan kembali peran pawang air kampung tokoh lokal yang membaca pola cuaca. Perubahan ini memberikan hasil yang nyata. Produktivitas padi meningkat dari 2,1 ton/ha menjadi 3,4 ton/ha dalam dua tahun.
Kepala Desa Tumang menegaskan “Kalau nunggu bantuan, sawah bisa tenggelam duluan. Makanya kami bergerak sendiri.”
Kemuning Muda: Inovasi dari Lahan Kering
Berbeda dari Tumang, Desa Kemuning Muda menghadapi masalah yang sebaliknya kekeringan panjang. Sejak 2022, musim kering sering memanjang hingga 30 hari lebih lama dari biasanya. Jagung layu, kacang gagal tumbuh, dan banyak petani sempat menutup ladangnya.
Sutinah (38), Ketua Kelompok Tani Harapan Muda, mengingat masa itu “Setiap pagi kami cuma lihat langit. Kalau mendung sedikit sudah senang. Tapi hujan tetap tidak turun.”
Namun desa ini memilih bangkit dengan inovasi yang terjangkau Langkah-langkah kunci Kemuning Muda
Program “Satu Rumah Satu Penampung Hujan”
Tumpang sari jagung dan kacang untuk mengurangi risiko gagal panen, Greenhouse plastik untuk pembibitan, Pantauan cuaca lewat aplikasi BMK
Penyuluh Pertanian Kerinci Kanan menyebut Kemuning Muda sebagai desa “paling cepat beradaptasi”.
Kini Kemuning Muda memiliki dua lumbung pangan aktif dan mulai menjual jahe merah serta jagung pipilan ke pasar kabupaten.
Belading: Ketahanan Pangan dari Tangan Perempuan
Di Sabak Auh, Desa Belading menghadapi tantangan lain tanah gambut. Saat terlalu kering, ia mudah terbakar; saat terlalu basah, tanaman mudah membusuk.
Namun justru dari Belading muncul salah satu gerakan ketahanan pangan paling kuat di Siak dan dipimpin perempuan. Kelompok “Mak Sri Pangan Lestari”, yang beranggotakan 24 ibu rumah tangga, memulai gerakan sederhana: menanam apa pun yang bisa tumbuh di pekarangan.
Nurlela (42), pemimpinnya, mengatakan “Kami tidak bisa menunggu kapal sayur datang. Yang bisa kami lakukan adalah menanam. Kalau tidak, dapur bisa kosong.”
Program mereka meluas menjadi gerakan desa, 100 rumah memiliki kebun pangan, Bank Bibit Perempuan, Kampanye Masak Lokal Sambut Musim Hasilnya, Pengeluaran dapur turun hingga 30%, cadangan pangan keluarga meningkat, dan Belading kini memiliki empat lumbung pangan aktif, terbanyak di kecamatan.
Data Lapangan: Siak Menghadapi Iklim Ekstrem
Menurut pemantauan lapangan dan data BMKG:
Rob pesisir meningkat 18% dalam tiga tahun
Kekeringan memanjang 21–35 hari
Curah hujan ekstrem naik 24%
Harga sayuran lokal naik 30–40% ketika terjadi musim anomali.
Namun tiga desa tadi menunjukkan bahwa ketahanan pangan bisa dibangun dengan pendekatan lokal yang kuat.
????Tiga Kunci Ketahanan Pangan Desa.
1. Gotong Royong
Embung, lumbung pangan, bank bibit semua dibangun lewat kerja bersama.
2. Pengetahuan Lokal
Dari pawang air Tumang, tumpang sari Kemuning Muda, hingga kebun pekarangan Belading, pengetahuan lokal menjadi dasar adaptasi cepat.
3. Teknologi Sederhana
Keranjang tadah hujan, greenhouse plastik UV, dan aplikasi cuaca adalah contoh teknologi mudah yang justru paling efektif.
Tantangan yang Masih Menghadang, Krisis regenerasi petani muda, Lahan gambut sangat rentan terbakar, Rob pesisir makin tinggi, Distribusi pupuk subsidi tidak merata, Ketergantungan pada komoditas luar, Ketahanan Pangan Dimulai dari Desa.
Tiga desa di Siak ini menunjukkan satu hal penting , ketahanan pangan bukan hanya urusan pemerintah atau kebijakan besar, tetapi lahir dari aksi kecil yang dilakukan terus-menerus oleh warga.
Seperti yang disampaikan Nurlela di Belading “Pangan itu bukan soal banyak atau mahal. Yang penting, apa yang kita tanam hari ini bisa menyelamatkan dapur besok.” Dan dari Tumang sampai Belading, Siak membuktikan bahwa ketahanan pangan bukan mimpi besar tetapi kerja kecil yang dilakukan bersama.
Di tengah tekanan krisis iklim yang kian nyata, ketiga komunitas desa di Kabupaten Siak menunjukkan bahwa ketahanan pangan bukan sekadar soal teknik bertani, tetapi tentang keteguhan untuk beradaptasi, bekerja sama, dan menjaga masa depan. Upaya kecil yang dirawat dengan konsisten dari ladang padi, kebun sayur, hingga ikan yang dipelihara secara mandiri telah menjelma menjadi kekuatan besar yang menopang hidup banyak keluarga. Dari Siak, sebuah pesan penting disampaikan kepada Indonesia: bahwa keberlanjutan hanya akan tercapai jika masyarakat, pemerintah, dan alam berjalan seirama. Dan di desa-desa ini, langkah itu sudah dimulai.(Lina P. Lestari)