RIAU24.COM - Siak – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Siak Bersuara menggelar aksi damai di depan Kantor DPRD Kabupaten Siak, Selasa (9/9/2025). Aksi tersebut digelar sebagai bentuk kritik atas kunjungan kerja atau studi banding yang dilakukan 40 pimpinan dan anggota DPRD Siak ke Provinsi Bali pada Juli lalu.
Dalam orasinya, mahasiswa menyoroti ketimpangan sosial antara kehidupan masyarakat dengan gaya hidup pejabat daerah. Salah seorang orator menyampaikan kondisi pilu yang dialami mahasiswa Siak di Pekanbaru.
“Mahasiswa ada yang sampai menjual sepeda motornya untuk bertahan hidup dan membayar biaya kuliah. Sementara itu, anggota DPRD bisa enak-enakan jalan-jalan ke Bali dengan dalih studi banding. Ini bentuk nyata ketidakadilan dan pengkhianatan terhadap amanah rakyat,” tegasnya.
Kritik Terhadap Anggaran
Massa menilai, anggaran perjalanan dinas ke luar daerah yang digunakan DPRD seharusnya bisa dialihkan untuk kepentingan rakyat yang lebih mendesak, terutama di tengah kondisi defisit anggaran Kabupaten Siak. Mereka menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana publik.
“Kami minta DPRD membuka secara transparan berapa anggaran yang dihabiskan untuk studi banding ke Bali. Jangan sampai rakyat hanya mendengar alasan ‘koordinasi’ atau ‘komparasi’ tapi hasilnya nol besar. Uang rakyat harus dipertanggungjawabkan,” ujar salah seorang mahasiswa dalam orasi.
Studi Banding ke Bali
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebanyak 40 anggota DPRD Kabupaten Siak menerima Surat Perintah Tugas (SPT) dari Ketua DPRD untuk melakukan perjalanan dinas ke Bali. SPT bernomor 20/SPT/DPRD/PEN-KETUA/2025/44 itu diterbitkan pada 24 Juli 2025.
Dalam dokumen tersebut, kunjungan kerja diarahkan ke Dinas Pariwisata serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Bandung, Provinsi Bali. Dasar hukum perjalanan dinas ini tertuang dalam DPA Sekretariat DPRD Tahun Anggaran 2025, dengan pos kegiatan layanan administrasi DPRD, sub kegiatan fasilitasi rapat koordinasi dan konsultasi DPRD.
Secara resmi, tujuan perjalanan ini adalah untuk melakukan studi komparatif dan koordinasi terkait pengembangan sektor pariwisata dan pengelolaan lingkungan hidup. Namun, mahasiswa mempertanyakan sejauh mana hasil studi banding tersebut dapat diimplementasikan di Kabupaten Siak.
Tuntutan Mahasiswa
Aliansi Siak Bersuara menegaskan tiga poin utama dalam aksi damai mereka:
1. Transparansi Anggaran – DPRD diminta membuka detail biaya perjalanan dinas ke Bali.
2. Akuntabilitas Hasil Studi Banding – DPRD diminta melaporkan secara tertulis dan terbuka kepada publik manfaat yang didapat dari kunjungan tersebut.
3. Kepekaan terhadap Rakyat – DPRD diharapkan lebih peka terhadap kondisi ekonomi masyarakat, terutama mahasiswa dan keluarga miskin, sebelum memutuskan perjalanan keluar daerah.
Konteks Sosial
Aksi damai ini mendapat perhatian karena berlangsung di tengah kabar bahwa sejumlah mahasiswa asal Siak yang berkuliah di Pekanbaru harus menghadapi kesulitan ekonomi. Ada yang terpaksa menjual sepeda motor untuk membayar biaya kuliah dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kontras dengan itu, para anggota dewan justru melakukan perjalanan ke Bali dengan dalih studi banding. Hal ini dinilai memperlebar jurang ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif daerah.
“Ini soal sensitivitas. Ketika rakyat susah, wakil rakyat seharusnya ikut merasakan, bukan justru menikmati fasilitas perjalanan ke luar daerah. Kalau benar untuk rakyat, tunjukkan hasilnya. Jangan sampai studi banding hanya menjadi liburan terselubung,” tutup salah seorang mahasiswa dalam orasi.(Lin )