RIAU24.COM -Gelombang unjuk rasa di ibu kota belum menunjukkan tanda mereda. Aksi massa yang pecah setelah tewasnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 21 tahun yang terlindas kendaraan taktis Brimob, terus meluas.
Markas Brimob di Kwitang hingga Polda Metro Jaya kembali dikepung demonstran sejak Sabtu (30/8/2025) malam hingga Minggu dini hari.
Pengamat politik Rocky Gerung menilai, tragedi tersebut menjadi pemicu kemarahan publik yang sesungguhnya sudah lama tertanam.
Menurutnya, peristiwa ini bukan sekadar insiden tunggal, melainkan ledakan dari akumulasi rasa frustrasi sosial, ekonomi, hingga politik yang menumpuk selama satu dekade terakhir.
“Ini bukan hanya soal seorang anak muda ojol yang tewas secara tragis. Itu memang pemicu, tapi di baliknya ada tumpukan energi sosial yang sudah ditekan bertahun-tahun. Situasi ekonomi memburuk, ruang kebebasan sipil terhambat, dan publik kehilangan harapan. Semua itu akhirnya meledak di jalan raya,” ujar Rocky.
Ia menambahkan, pemerintahan sebelumnya dianggap gagal membuka ruang ekspresi publik dan justru menghadirkan ancaman hukum melalui regulasi yang represif.
Karena itu, menurut Rocky, demonstrasi hari ini adalah hasil dari “utang politik” masa lalu yang belum dibayar.
“Selama sepuluh tahun terakhir, orang berpendapat selalu dibayang-bayangi ancaman penjara. Ada represi lewat undang-undang, ada kegagalan ekonomi yang nyata. Maka ketika ada kasus Avan Kurniawan, kemarahan itu mencari outlet. Polisi memang jadi sasaran langsung, tapi akar masalahnya bukan sekadar aparat, melainkan kegagalan manajemen negara,” jelasnya.
Rocky juga menyoroti kekompakan komunitas pengemudi ojek online yang kini menjadi salah satu kekuatan baru dalam gerakan massa.
Menurutnya, hal itu tidak lepas dari fakta bahwa sektor ini menjadi “pelarian” bagi banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan.
“Banyak buruh yang kena PHK beralih jadi driver ojol. Persaingan makin ketat, pendapatan menurun, sementara biaya hidup terus naik. Jadi wajar kalau komunitas ini paling keras menyuarakan protes. Mereka merasa jadi simbol dari krisis ekonomi menengah ke bawah,” ungkapnya.
Lebih jauh, Rocky menilai demonstrasi ini juga terkait dengan tarik menarik kepentingan elite politik. Ia menyebut ada kelompok yang berusaha menunggangi momentum, namun inti masalah tetap berada pada ketidakjelasan arah pemerintahan.
“Publik menunggu langkah otentik dari Presiden Prabowo. Kalau beliau masih terlihat melindungi warisan politik Jokowi, kemarahan akan terus berlanjut. Yang ditunggu adalah ‘radical break’, sebuah sikap berani untuk membersihkan kabinet dari figur-figur bermasalah, terutama yang terindikasi koruptif,” tegas Rocky.
Menurutnya, hanya dengan langkah radikal itu kepercayaan masyarakat bisa dipulihkan. Tanpa gebrakan besar, instabilitas politik akan berlanjut dan investor pun enggan menaruh modal.
“Kalau Prabowo berani memutus warisan lama dan membentuk kabinet yang bersih, publik akan merasa ada harapan baru. Itu kuncinya. Kalau tidak, demo akan terus muncul dengan isu berbeda, tapi intinya sama: frustrasi publik,” pungkas Rocky.
(***)