RIAU24.COM -Isu mengenai dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo yang kembali mencuat di media sosial tidak banyak memengaruhi kepercayaan masyarakat. Hasil survei nasional Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan, sebagian besar warga tidak mempercayai narasi tersebut.
Survei yang dilakukan pada 28 Mei hingga 12 Juni 2025 ini mencatat, sebanyak 74,6 persen responden menyatakan tidak percaya terhadap isu ijazah palsu yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Sementara itu, hanya 12,2 persen yang menyatakan percaya, dan sisanya memilih tidak menjawab.
Direktur PT Survei Strategi Indonesia (SIGI) LSI Denny JA, Ardian Sopa, mengatakan bahwa masyarakat kini semakin kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang beredar tanpa dasar yang jelas.
"Responden survei menempatkan isu ini sebagai bagian dari dinamika politik, bukan sebagai sesuatu yang mengancam legitimasi kepemimpinan nasional," ujar Ardian, dikutip dari Antara.
Menurut LSI, terdapat tiga faktor utama yang menjadi dasar ketidakpercayaan publik terhadap isu tersebut.
Pertama, jejak karier Presiden Jokowi yang panjang dan bertahap dari Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden RI dinilai publik sebagai bukti integritas administratif. Masyarakat memandang bahwa tidak mungkin seseorang dengan latar belakang dokumen palsu mampu lolos dari berbagai proses verifikasi jabatan publik selama bertahun-tahun.
Kedua, klarifikasi dari lembaga resmi seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri memperkuat posisi publik dalam menilai keaslian ijazah. UGM, sebagai almamater Presiden Jokowi, telah menyatakan bahwa ijazah yang bersangkutan adalah asli. Pernyataan senada juga disampaikan Bareskrim Polri setelah melakukan pemeriksaan dokumen.
Ketiga, masyarakat menilai bahwa kemunculan isu ini memiliki muatan politik yang kuat, terutama pasca kemenangan Gibran Rakabuming Raka—putra sulung Presiden Jokowi—sebagai Wakil Presiden terpilih dalam Pemilu 2024. Persepsi publik cenderung mengaitkan isu ini dengan upaya delegitimasi politik yang tidak berdasar.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa ketidakpercayaan terhadap isu ijazah palsu ini terjadi secara merata di berbagai segmen masyarakat, mulai dari tingkat pendidikan, latar belakang ekonomi, wilayah domisili, hingga pilihan politik. Baik warga di pedesaan maupun perkotaan, dari Gen Z hingga Baby Boomer, menunjukkan sikap yang serupa.
Survei dilakukan secara tatap muka terhadap 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi dengan metode acak bertingkat (multistage random sampling), serta memiliki margin of error sebesar ±2,9 persen. Survei ini juga didukung dengan riset kualitatif untuk memperkuat temuan.
Hasil ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi derasnya arus informasi dan konten media sosial, publik Indonesia semakin cermat dalam memilah kebenaran.