PPATK Buka 28 Juta 'Rekening Nganggur' yang Diblokir, Bukti Kebijakan Bermasalah Sejak Awal?

R24/zura
PPATK Buka 28 Juta 'Rekening Nganggur' yang Diblokir, Bukti Kebijakan Bermasalah Sejak Awal? (Screenshot/CNNIndonesia)
PPATK Buka 28 Juta 'Rekening Nganggur' yang Diblokir, Bukti Kebijakan Bermasalah Sejak Awal? (Screenshot/CNNIndonesia)

RIAU24.COM -Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membatalkan pemblokiran terhadap 28 juta rekening yang mereka sebut "menganggur"—atau dormant dalam bahasa keuangan. 

Pencabutan blokir jutaan rekening itu menunjukkan kebijakan ini bermasalah sedari awal, menurut analis.

Pakar ekonomi menyebut PPATK "gagal memahami pola bisnis keuangan yang berbasis kepercayaan".

Pembukaan kembali puluhan juta rekening itu dipublikasikan pejabat PPATK, Kamis (31/07).

Pemblokiran dibatalkan, klaim PPATK, setelah mereka meninjau ulang transaksi rekening dan memastikan rekening tersebut tak berkaitan dengan tindak pidana.

"Per hari ini 28 juta lebih rekening kami buka," kata Juru Bicara PPATK, Natsir Kongah.

PPATK membuat klaim, pembekuan rekening tanpa aktivitas apapun mereka lakukan "untuk melindungi rekening dari potensi penyelewenangan dan kejahatan, seperti penipuan dan pencucian uang".

Namun, kebijakan PPATK itu dikeluhkan warga. Sebagian kalangan menyebutnya sebagai "sabotase pemerintah" lantaran mereka sengaja mengendapkan dana di rekening sebagai tabungan dan dana darurat.

Setelah kontroversi mencuat, sejumlah bank menyatakan memblokir rekening demi mematuhi ketentuan dan regulasi otoritas keuangan di Indonesia, termasuk PPATK. 

Mereka meminta masyarakat untuk tidak mencemaskan dana dan data yang tersimpan di bank akibat pemblokiran ini.

'Gagal pahami prinsip perbankan'

Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, menilai pemblokiran rekening dormant sebagai kekeliruan.

"Ini kan strategi yang salah. Mau nangkap yang jahat, tapi enggak bisa menyeleksi mana yang jahat dan mana yang baik," kata Eko dikutip bbc.com. 

Jika hendak menyasar pelaku kejahatan seperti judi online, Eko menyebut PPATK sejatinya dapat mengoptimalkan jaringan mereka untuk memetakan simpul-simpul pemilik judi online —kemampuan yang dinilai Eko dimiliki PPATK.

Selain itu, Eko juga menyebut PPATK juga gagal dalam memahami pola bisnis perbankan.

Salah satunya tentang kebiasaan masyarakat Indonesia untuk menyimpan dana di tabungan yang tidak terpakai sebagai dana darurat atau cadangan.

"Mereka kan orang keuangangan yang seharusnya mengerti bagaimana bisnis keuangan berjalan," kata Eko.

"Dasar ada tabungan itu kan agar bisa diambil sewaktu-waktu, berbeda dengan deposito. Jadi, kebijakan ini problematik sekali," ujarnya.

Ekonom Universitas Indonesia, Telisa Falianty, menilai keluhan yang muncul dari masyarakat menunjukkan bahwa kebijakan PPATK ini bermasalah.

"Ini kan PPATK melakukan generalisasi—tidak sejalan dengan prinsip know your customer di perbankan," kata Telisa.

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak