Said Didu Soroti Vonis Tom Lembong: Tafsir Hukum Bisa Jadi Bumerang untuk Jokowi dan Pejabat Lain

R24/zura
Said Didu Soroti Vonis Tom Lembong: Tafsir Hukum Bisa Jadi Bumerang untuk Jokowi dan Pejabat Lain. (Said Didu)
Said Didu Soroti Vonis Tom Lembong: Tafsir Hukum Bisa Jadi Bumerang untuk Jokowi dan Pejabat Lain. (Said Didu)

RIAU24.COM -Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu menilai vonis terhadap mantan Kepala BKPM dan eks Mendag Tom Lembong dalam kasus impor gula berpotensi menciptakan preseden hukum yang berbahaya. 

Menurutnya, logika dan tafsir yang digunakan majelis hakim dalam memutuskan perkara tersebut dapat menjadi bumerang hukum yang menyeret banyak pejabat negara lainnya, termasuk Presiden Joko Widodo.

Dalam video yang diunggah di kanal media sosial pribadinya, Said Didu menyatakan keheranannya terhadap pertimbangan majelis hakim. 

Ia mengaku hadir langsung dalam sidang putusan tersebut dan menyampaikan kekhawatiran bahwa vonis Lembong dapat memperluas ruang kriminalisasi kebijakan negara.

“Saya menyaksikan langsung, dan saya kaget,” ujar Said. 

"Hakim menyebut ada tiga unsur korupsi: pelanggaran hukum karena menunjuk BUMN tanpa lelang, kerugian negara karena pihak swasta mendapat untung, dan keuntungan pihak lain meski tidak ada satu rupiah pun yang diterima oleh Lembong.”

Logika Hukum Dipertanyakan

Menurut Said Didu, hakim menggunakan pendekatan ideologis untuk memperkuat vonis. Ia menyebut bahwa dalam putusan tersebut, kebijakan Lembong dinilai “berhaluan kapitalis” dan dianggap gagal karena tidak mampu menurunkan harga gula.

“Ini sudah bukan hukum positif lagi. Ini tafsir ideologi,” kata Said. 

“Kalau semua kebijakan publik dinilai dari keberhasilannya menurunkan harga dan tidak menguntungkan swasta, maka hampir semua pejabat bisa dihukum.”

Ia juga menyebut bahwa putusan ini membuka ruang yurisprudensi yang berpotensi menjerat berbagai kebijakan besar pemerintah yang selama ini dikerjakan melalui penugasan langsung BUMN dan kerja sama dengan swasta.

Proyek-Proyek Strategis Terancam

Dalam narasinya, Said Didu membeberkan sepuluh proyek besar pemerintahan Jokowi yang berpotensi dianggap memenuhi unsur yang sama seperti dalam kasus Lembong. Proyek-proyek tersebut meliputi:

  1. Kereta Cepat Jakarta–Bandung, yang menurutnya ditugaskan tanpa lelang dan akhirnya menggunakan APBN.
  2. Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), yang sebagian besar dibiayai oleh negara meski dijanjikan menggunakan dana swasta.
  3. Program food estate, yang dinilai gagal dan menimbulkan pemborosan anggaran.
  4. Tol Trans Jawa dan Sumatera, yang dibangun oleh BUMN dan kerja sama swasta.
  5. Bandara Kertajati, yang menurutnya dibangun tanpa studi kelayakan dan kini mangkrak.
  6. Pengadaan BBM dan subsidi oleh Pertamina, yang juga bekerja sama dengan swasta.
  7. Pengadaan listrik oleh PLN dari Independent Power Producer (IPP).
  8. Pupuk subsidi, yang melibatkan BUMN dan distributor swasta.
  9. Sewa pesawat haji oleh Garuda Indonesia dari pihak ketiga.
  10. Investasi Telkom ke GOTO, yang menimbulkan kerugian dan keuntungan pihak swasta.

“Kalau semua itu diperiksa dengan tafsir hukum yang digunakan untuk menghukum Tom Lembong, maka Presiden Jokowi bisa dihukum ribuan tahun,” ujar Said.

Kekhawatiran Kriminalisasi Kebijakan

Said Didu menekankan bahwa ia tidak sedang membela Tom Lembong secara pribadi. Namun, ia menyoroti betapa berbahayanya pendekatan hukum yang tidak mempertimbangkan konteks kebijakan dan niat pembuat keputusan.

“Selama saya empat tahun di KPK, saya paling takut kalau ada kerugian negara tapi tidak ada kickback. Karena itu bisa berarti kriminalisasi kebijakan,” ujarnya.

Ia menilai, vonis terhadap Lembong menunjukkan bahwa niat baik, tindakan profesional, dan tidak memperkaya diri pun tidak cukup untuk melindungi pejabat dari jeratan hukum.

Ancaman bagi Birokrasi dan Stabilitas Pemerintahan

Said Didu memperingatkan bahwa tafsir hukum seperti itu dapat membuat para pejabat takut mengambil keputusan strategis. Menurutnya, hal ini dapat menyebabkan stagnasi birokrasi dan bahkan membuat pemerintahan lumpuh.

“Kalau semua menteri takut bertindak karena takut dihukum, maka negara tidak bisa berjalan. Pemerintahan akan berhenti,” kata Said.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa vonis seperti ini bisa menjadi senjata hukum politik, yang pada akhirnya akan kembali menyerang siapa pun yang menggunakannya.

“Yang hari ini menggunakan hukum untuk menjatuhkan orang, bisa jadi besok dijatuhkan oleh hukum yang sama,” tuturnya. “Allah punya tipu daya yang lebih besar daripada tipu daya manusia.”

Dalam penutup narasinya, Said Didu menyerukan agar tafsir hukum terhadap kasus kebijakan publik ditinjau ulang di tingkat peradilan lebih tinggi. Ia meminta agar aparat penegak hukum lebih berhati-hati dalam membedakan mana tindakan pidana dan mana kebijakan negara.

“Kalau hukum terus digunakan sebagai alat kekuasaan, maka hukum akan kehilangan wibawa. Dan jika hukum dijalankan dengan logika seperti ini, maka tak ada pejabat negara yang aman dari jeratan.”

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak