RIAU24.COM - Microsoft telah menghentikan penggunaan teknisi yang berbasis di Tiongkok untuk memberikan dukungan teknis bagi sistem cloud militer AS, menyusul protes publik dan laporan investigasi ProPublica yang mengungkap praktik tersebut.
Pengungkapan ini mendorong tindakan segera dari Menteri Pertahanan Pete Hegseth, yang pada 18 Juli mengumumkan peninjauan selama dua minggu terhadap semua kontrak layanan cloud Pentagon.
Laporan tersebut merinci bagaimana Microsoft menggunakan teknisi di Tiongkok untuk mendukung sistem cloud Departemen Pertahanan (DoD), dengan pekerjaan mereka dipantau oleh pengawal digital yang berbasis di AS—subkontraktor dengan izin keamanan tetapi keahlian teknis terbatas.
Pengaturan ini menimbulkan kekhawatiran keamanan siber yang besar, terutama mengingat sistem Microsoft sebelumnya telah dibobol oleh peretas yang terkait dengan negara Tiongkok dan Rusia.
Senator Tom Cotton, yang memimpin Komite Intelijen Senat, mengirimkan surat kepada Menteri Hegseth untuk menuntut daftar lengkap kontraktor yang menggunakan personel Tiongkok dan klarifikasi mengenai pelatihan serta kemampuan para pengawal digital ini.
"Pemerintah AS menyadari bahwa kemampuan siber Tiongkok merupakan salah satu ancaman paling agresif dan berbahaya bagi Amerika Serikat," tulis Cotton.
"Kita harus waspada terhadap semua potensi ancaman dalam rantai pasokan kita, termasuk ancaman dari subkontraktor," tambahnya.
Microsoft merespons, Pentagon mengulas
Menanggapi kehebohan tersebut, Microsoft menyatakan pada 18 Juli bahwa mereka telah merevisi praktiknya untuk memastikan tidak ada tim teknisi yang berbasis di Tiongkok yang memberikan bantuan teknis kepada klien Pentagon yang menggunakan layanan cloud Azure.
"Menanggapi kekhawatiran yang muncul awal pekan ini, Microsoft telah membuat perubahan pada dukungan kami untuk pelanggan pemerintah AS," ujar Frank Shaw, kepala komunikasi perusahaan, dalam sebuah pernyataan di platform sosial X.
Langkah ini berdampak pada divisi Azure Microsoft yang besar, yang kini menyumbang lebih dari seperempat pendapatan global perusahaan.
Microsoft adalah kontraktor utama pemerintah AS dan menerima lebih dari separuh pendapatannya yang mencapai $70 miliar pada Q1 2025 dari klien yang berbasis di AS.
Menteri Pertahanan Hegseth mengonfirmasi bahwa para insinyur yang berbasis di Tiongkok telah terlibat dalam dukungan sistem Pentagon dan mengatakan hal ini akan segera dihentikan.
Dalam sebuah video yang diunggah ke X, ia mengkritik sistem warisan yang berasal dari masa pemerintahan Obama dan berjanji untuk memastikan Tiongkok tidak akan lagi terlibat dalam operasi cloud pertahanan AS.
Kontrak cloud sedang dalam pengawasan
Keterlibatan Microsoft dalam layanan cloud Pentagon berawal dari kontrak senilai $10 miliar yang kini dibatalkan dan diberikan pada tahun 2019.
Pada tahun 2022, perusahaan tersebut kembali terpilih, bersama Amazon, Google, dan Oracle, untuk kontrak cloud pertahanan senilai hingga $9 miliar.
Laporan ProPublica kini telah memicu kembali pengawasan terhadap semua perjanjian tersebut.
Tinjauan Hegseth bertujuan untuk memastikan tidak ada vendor lain yang menggunakan personel asing dalam infrastruktur militer yang sensitif.
"Kami akan terus memantau dan menangkal semua ancaman terhadap infrastruktur militer dan jaringan daring kami," ujar Hegseth.
Peristiwa ini telah menyoroti meningkatnya kekhawatiran bipartisan atas risiko keamanan siber yang terkait dengan Tiongkok dan dapat menandai titik balik dalam cara perusahaan teknologi AS menangani pekerjaan keamanan nasional, terutama karena ancaman digital menjadi lebih kompleks dan aktor negara menjadi lebih agresif.
(***)