RIAU24.COM - Polemik lawas soal keaslian ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali membara. Kali ini, percikan api datang dari internal partai pengusung, PDI Perjuangan, melalui politisi senior Bambang Beathor Suryadi yang melontarkan tudingan mengejutkan dalam sebuah podcast di kanal YouTube Forum Keadilan TV.
Pernyataan Beathor tidak main-main. Ia secara terbuka mengarahkan dugaannya ke sebuah lokasi yang tak terduga, yakni Pasar Pramuka, Jakarta Pusat, sebagai tempat "produksi" ijazah yang menjadi kontroversi tersebut.
Dalam diskusi tersebut, Beathor dengan penuh keyakinan menunjuk Pasar Pramuka, yang selama ini dikenal sebagai pusat penjualan alat kesehatan dan percetakan skala kecil. Pernyataan ini sontak menggeser narasi yang selama ini beredar di ruang publik.
"Saya meyakini ijazah Jokowi diproduksi di Pasar Pramuka,". Klaim lugas ini menjadi pembuka dari serangkaian tuduhan lain yang lebih dalam dan menyasar nama-nama spesifik.
Beathor menyebut bahwa perjalanan politik Jokowi sejak Pilkada Solo tahun 2005 menyimpan banyak pertanyaan, khususnya soal keaslian dokumen pendidikan. Ia menilai proses verifikasi dokumen kala itu tidak dilakukan secara terbuka oleh KPUD, serta tidak didukung berita acara yang bisa dibuktikan secara administratif.
“Tidak ada verifikasi terbuka antara KPUD dan UGM. Kami sudah cek, tidak ditemukan berita acara apapun,” tegas Beathor.
Salah satu nama yang disorot dalam perbincangan itu adalah Prof. Paiman Raharjo, pejabat kampus yang disebut pernah memiliki keterlibatan dengan kios di Pasar Pramuka.
Lokasi itu diklaim oleh Beathor sebagai pusat pembuatan dokumen palsu. Beathor mengaku telah melacak rekam jejak Paiman sejak awal 2000-an hingga kembali ke Solo dan disebut memiliki kedekatan dengan Presiden Jokowi.
"Saya menduga Prof. Dr. Paiman Raharjo terindikasi sebagai penekan atau peneror terkait kasus ini dan memiliki kios di Pasar Pramuka," ujar Beathor.
Ia bahkan melontarkan tuduhan yang lebih serius, "Paiman Raharjo diduga kuat terlibat dalam pembuatan ijazah palsu, termasuk untuk dirinya sendiri".
Lebih lanjut, Beathor menyoroti posisi Gibran sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Ia menilai Gibran belum memiliki kapasitas memadai dalam hal pengalaman, pendidikan, hingga kematangan kepemimpinan.
“Gibran itu anak baik, tapi masih polos. Umurnya belum cukup, ilmunya belum cukup. Tarik saja dia pulang. Rakyat ingin demokrasi yang sehat,” ungkapnya.
Narasi yang dibangun Beathor semakin kompleks ketika ia mengaitkan insiden kebakaran yang pernah melanda Pasar Pramuka pada 2 Desember 2024. Baginya, peristiwa tersebut bukanlah sebuah kecelakaan biasa, melainkan sebuah skenario terencana.
"Pasar Pramuka terbakar pada 2 Desember 2024, yang menurut Beathor adalah upaya bumi hangus terkait perlawanan kasus ijazah ini," ungkapnya dalam podcast.
Pernyataan ini memunculkan spekulasi liar mengenai kemungkinan adanya upaya sistematis untuk menghilangkan barang bukti krusial.
Lebih jauh, politisi PDI Perjuangan ini mengkritik tajam proses verifikasi administrasi yang seharusnya menjadi benteng utama dalam proses pencalonan kepala daerah hingga presiden. Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) di berbagai tingkatan gagal menjalankan fungsi verifikasi faktual.
"Tidak adanya berita acara verifikasi dari KPUD Solo, KPUD DKI, maupun KPU RI ke UGM menjadi poin penting yang disorot Beathor," tegasnya.
Ia bahkan secara terbuka menantang pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai almamater Jokowi untuk membuktikan sebaliknya dengan menunjukkan dokumen berita acara verifikasi dari KPU.
Di satu sisi, Bambang Beathor Suryadi mengklaim bahwa misteri ini sebenarnya telah usai di tingkat akar rumput.
"Kasus percetakan ijazah di Pasar Pramuka sudah selesai karena sudah terungkap siapa pelakunya dari pihak Pramuka," pungkasnya.
Dalam diskusi itu, Beathor juga menyampaikan bahwa ada upaya kriminalisasi terhadap para pengkritik pemerintah. Ia menyinggung kasus pidana yang menimpa Bambang Tri dan Gus Nur, yang divonis tanpa barang bukti terkait tuduhan ijazah palsu Jokowi. Ia meminta aparat hukum tidak membawa persoalan akademik ke ranah pidana. “Kalau memang ijazah itu ada, tunjukkan saja. Jangan malah jebloskan orang ke penjara,” kata Beathor.
Ia bahkan mengutip laporan OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project), yang pernah menyoroti kekayaan Jokowi, dan menyebut bahwa presiden kini "beristana" setelah sebelumnya berasal dari lingkungan sederhana. Menurutnya, isu-isu besar seperti ini harus dibuka secara publik.
Menutup pernyataannya, Beathor menyampaikan bahwa kritiknya bukan dilandasi kebencian pribadi, melainkan bentuk tanggung jawab moral terhadap demokrasi. Ia menyampaikan harapan agar Jokowi menyadari kesalahan, meminta maaf kepada rakyat, dan membiarkan proses politik berjalan adil tanpa intervensi keluarga atau oligarki.
“Kita tidak benci. Tapi negara ini terlalu berharga untuk dikuasai konglomerat dan dinasti,” ucap Beathor.
“Minta maaflah, Pak Jokowi. Tarik pulanglah Gibran.”
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menaikkan status hukum kasus ijazah palsu Jokowi ke tahap penyidikan. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengatakan, keputusan tersebut diambil setelah polisi melakukan gelar perkara.
Meskipun begitu, Ade memastikan bahwa ada yang ditetapkan sebagai tersangka di tahap kedua ini.
Ade menjabarkan, ada empat perkara kasus ijazah palsu Jokowi yang naik ke tahap penyidikan. Perkara yang pertama berasal dari laporan yang didaftarkan sendiri oleh Jokowi ke Polda Metro Jaya. Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan fitnah dan pencemaran nama yang berhubungan dugaan tuduhan ijazah palsu.
Sementara itu, tiga perkara lainnya adalah perkara yang dilaporkan di Polres Metro Jakarta Pusat, Polres Metro Jakarta Selatan, dan Polres Metro Kota Bekasi. Laporan tersebut menyoal dugaan penghasutan ijazah palsu Jokowi.
Dan untuk dua perkara lagi menurut keterangan Ade tidak dilanjutkan ke tahap penyidik karena pelapornya telah mencabut laporannya ke pihak polisi.
(***)