RIAU24.COM - Beberapa orang mungkin merasa 'takut' atau panik saat menghadapi hari Senin. Kondisi yang kerap disebut sebagai 'Monday blues' ini ternyata bisa sangat berbahaya bagi kesehatan, khususnya jantung.
Para ahli mengungkapkan rasa takut akan awal di minggu baru dapat memicu stres jangka panjang dan berdampak buruk pada kesehatan jantung. Kecemasan ini tidak hanya berkaitan dengan tempat kerja, tetapi orang-orang yang sudah pensiun pun menunjukkan tanda stres yang meningkat di hari Senin.
Para peneliti dari Universitas Hong Kong menjulukinya sebagai Senin 'Anxious Monday' atau 'Kecemasan di hari Senin'. Menurut para ahli, ini menunjukkan bahwa disregulasi manajemen stres tubuh, yang diketahui memicu penyakit jantung, terlepas dari status pekerjaan.
"Penelitian sebelumnya menunjukkan peningkatan 19 persen serangan jantung dan kematian jantung mendadak pada hari Senin," tulis para ahli dalam studi yang dipublikasikan dalam Journal of Affective Disorders.
Dalam studi tersebut, mereka percaya bahwa lonjakan kasus serangan jantung di hari Senin kemungkinan besar tidak terjadi secara acak. Penulis utama studi, Profesor Tarani Chandola dari departemen sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial di Hong Kong University (HKU) mengatakan hari Senin me jadi salah satu budaya penguat stres.
"Bagi sebagian lansia, transisi minggu memicu kaskade biologis yang berlangsung selama berbulan-bulan. Ini bukan tentang pekerjaan, tetapi ini tentang seberapa dalam hari Senin tertanam dalam fisiologi stres kita, bahkan setelah karier berakhir," jelasnya yang dikutip dari The Sun, Senin (14/7/2025).
Perasaan stres dan cemas terkait dengan penyakit kardiovaskular melalu mekanisme biologis utama yang disebut disregulasi aksis hipotalamus hipofisis adrenal atau hypothalamus pituitary adrenal (HPA). Aksis HPA adalah cara utama tubuh merespons stres dan mengakibatkan pelepasan kortisol, yang dikenal sebagai hormon stres di dalam tubuh.
"Kondisi disregulasi aksis HPA ditandai dengan kadar produksi kortisol yang berlebihan, yang sebelumnya telah dikaitkan dengan risiko penyakit jantung dan kematian yang lebih tinggi," jelas para peneliti.
"Disregulasi aksis HPA juga diketahui berkontribusi terhadap hipertensi, resistensi insulin, dan disfungsi imun. Tim peneliti bertujuan untuk meneliti apakah diregulasi aksis HPA lebih besar pada hari Senin dibandingkan hari-hari lainnya, dan apakah hubungan ini lebih besar antara orang dewasa yang bekerja dan yang tidak bekerja", tulis mereka.
Para ahli juga menilai data lebih dari 3.500 lansia yang berpartisipasi dalam Studi Longitudinal Inggris tentang Penuaan, termasuk sampel rambut yang menunjukkan kadar kortisol dalam tubuh partisipan.
Orang yang melaporkan merasa lebih cemas pada hari Senin memiliki kadar kortisol 23 persen lebih tinggi dalam sampel rambut mereka, dibandingkan mereka yang merasa cemas pada hari-hari lainnya.
Hal ini juga terlihat di kalangan pensiunan, yang menantang asumsi bahwa stres di tempat kerja saja yang menyebabkan kondisi ini.
"Studi ini menemukan bukti kuat adanya hubungan antara pelaporan kecemasan pada hari Senin dan disregulasi aksis HPA," terang para ahli.
"Hubungan antara kecemasan pada hari Senin dengan disregulasi aksis HPA yang diukur selanjutnya terbukti pada lansia yang bekerja dan tidak bekerja, tanpa penurunan hubungan pada mereka yang tidak bekerja," sambungnya.
Terkait dengan tuntutan pekerjaan
Temuan ini juga menunjukkan adanya pola sosial, yang artinya bukan hanya karena tuntutan pekerjaan, yang melekat dalam fisiologi manusia dengan risiko kesehatan yang berkelanjutan.
Studi sebelumnya telah menunjukkan kadar hormon stres yang lebih tinggi pada orang-orang di hari kerja dibandingkan akhir pekan. Tetapi, penelitian terbaru ini adalah yang pertama kali menunjukkan bahwa hari Senin memiliki tingkat gangguan yang unik.
Para peneliti berharap mengatasi stresor khusus hari Senin dapat membuka jalan bagi strategi baru untuk memerangi penyakit jantung. Mereka menyarankan rumah sakit dan klinik perlu merencanakan peningkatan kejadian penyakit kardiovaskular pada hari Senin.
"Kebanyakan orang harus beradaptasi dengan perasaan cemas mereka di hari Senin selama masa kerja mereka," terang para ahli.
"Namun, bagi sebagian orang, terdapat kurangnya adaptasi terhadap kecemasan hari Senin, dan hal ini tampaknya tidak berkurang ketika mereka berhenti bekerja," pungkasnya. ***