RIAU24.COM -Mantan Menteri Polhukam, Mahfud MD menyebutkan bahwa proses pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sepertinya akan sulit diwujudkan.
Mengingat kekuatan yang dimiliki Presiden Prabowo Subianto lebih kuat dibandingkan para purnawirawan yang mengusulkan pemakzulan tersebut.
"Kalau saya melihatnya ya, sekali lagi saya katakan, kalau sudut hukum moral itu bagus itu surat itu. Tapi dari sudut politik, lebih mungkin bagi saya minta maaf kepada yang sangat bersemangat, menurut saya agaknya tidak jadi itu pemakzulan. Karena apa? Komposisi Kekuatan. Pak Prabowo punya kekuatannya jauh lebih besar dari pada yang minta pemakzulan ini (purnawirawan)" kata Mahfud, dikutip dari YouTube Mahfud MD Official, Rabu (9/7/2025).
Kalaupun surat pemakzulan Gibran itu ditindaklanjuti, menurut Mahfud, prosesnya akan lama. Kendati demikian, Mahfud mengatakan, hal tersebut bisa saja berubah dan tergantung Prabowo sendiri.
"Seumpama itu pun diproses, nanti perdebatannya akan lama. Tetapi ini politik, bisa saja berubah tiba-tiba dan perubahan tiba-tiba itu menurut saya tergantung pada Pak Prabowo."
"Kalau Pak Prabowo, 'ya sudahlah kalau memang begitu teruskan partai-partai bersikap sesuai dengan apa namanya keyakinan politik masing-masing. Saya tidak akan mengintervensi. Silakan dibahas Anda semua wakil rakyat'. Kalau Prabowo ngasih sinyal begitu aja kayaknya akan jadi," ujarnya.
Namun, menurut Mahfud, Prabowo tetap akan sulit mewujudkan pemakzulan Gibran itu, karena ada ancaman terselubung dari Joko Widodo (Jokowi).
"Tapi kan secara politik juga Pak Prabowo agak sulit ya mau melepas itu, karena saya menangkap ada ancaman terselubung dari Pak Jokowi," ucap Mahfud.
Mahfud pun menjelaskan alasannya mengatakan demikian karena sebelumnya, Jokowi sempat menyinggung, pemakzulan wakil presiden itu harus sepaket dengan presidennya.
Padahal, kata Mahfud, Jokowi pasti sudah tahu, tidak ada undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut.
"Ancaman terselubung tu begini. Ketika Pak Jokowi mengatakan, 'Eh, kalau mau menjatuhkan wakil presiden, gak bisa loh hanya wakil presiden. Itu satu paket gitu. Kita kan beda dengan Filipina. Filipina presidennya dipilih sendiri, wapresnya pilih sendiri gitu.' respons Pak Jokowi kan begitu," ungkapnya.
Oleh karena itu, Mahfud pun menduga pernyataan Jokowi sebelumnya itu sebagai bentuk ancaman terselubung dari Jokowi kepada Prabowo.
"Itu bunyinya. Jadi bisa presiden sendiri lalu diganti oleh wakilnya, seperti Pak Harto, seperti Gus Dur diganti oleh wakilnya, Pak Harto diganti. Menurut saya ancaman terselubung, dia ingin mengatakan gitu, 'Pak Prabowo, kalau ini dibiarkan, ini kita dulu kan sama-sama dong', kan gitu kira-kira," ucapnya.
"Sehingga itu mungkin saya menganggapnya, boleh dong saya katakan itu, anggap itu ancaman terselubung. Itu mungkin akan menjadi political barrier ya, hambatan politik, beban politik bagi Pak Prabowo," sambung Mahfud.
Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI sudah mengirimkan surat kepada DPR dan MPR agar segera memproses pemakzulan Gibran.
Diketahui, ada empat purnawirawan TNI yang menandatangani surat tersebut, sebagai berikut:
- Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi
- Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan
- Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto
- Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto
Adapun, permintaan pemakzulan Gibran itu tertuang dalam surat tertanggal 26 Mei 2025, yang ditujukan kepada Ketua MPR Ahmad Muzani dan Ketua DPR Puan Maharani.
"Dengan ini, kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku," demikian bunyi surat tersebut.
Dalam surat tersebut, disebutkan sejumlah dasar konstitusional sebagai landasan usulan pemakzulan Gibran.
Di antaranya adalah UUD 1945 Amandemen Ketiga, TAP MPR Nomor XI/MPR/1998, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, serta Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Di mana, Forum menyoroti proses pencalonan Gibran sebagai wakil presiden yang dinilai sarat pelanggaran hukum.
Mereka mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Menurut Forum, keputusan tersebut cacat secara hukum karena adanya konflik kepentingan.
"Dengan demikian, terbukti bahwa keputusan tersebut menunjukkan tidak independen karena adanya intervensi melalui relasi keluarga langsung, paman dan keponakan, antara Ketua MK Anwar Usman dengan saudara Gibran Rakabuming Raka," tulis Forum dalam surat tersebut.
Dalam hal ini, mereka menilai Gibran belum memiliki kapasitas dan pengalaman untuk memimpin Indonesia.
"Sangat naif bagi negara ini bila memiliki seorang wakil presiden yang tidak patut dan tidak pantas untuk memimpin rakyat Indonesia sebesar ini," demikian Forum membeberkan alasan kepatutan.
Tak hanya itu saja, Forum juga mengangkat persoalan moral, etika, dan dugaan keterlibatan Gibran dalam kasus akun media sosial “Fufufafa” yang sempat menimbulkan kegaduhan publik.
Akun tersebut diduga dikendalikan oleh Gibran dan berisi hinaan terhadap sejumlah tokoh nasional seperti Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Anies Baswedan.
Mereka juga kembali mengingatkan mengenai laporan dugaan korupsi yang disampaikan akademisi Ubedilah Badrun pada 2022 lalu.
Laporan itu menyinggung dugaan relasi bisnis antara Gibran dan adiknya, Kaesang Pangarep, terkait suntikan dana dari perusahaan modal ventura ke sejumlah usaha rintisan milik keduanya.
"Berdasarkan uraian tersebut, kami mendesak agar DPR RI segera memproses pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka," ucap Forum dalam suratnya.
(***)