RIAU24.COM - Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej, menyebut muatan restorative justice dalam RUU KUHAP yang baru tidak serta merta menghilangkan proses hukum terhadap korporasi yang berperkara.
"Jadi begini, khusus mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi itu ada mekanisme yang kewenangan itu diberikan kepada jaksa yang kita kenal dengan istilah Divert Prosecution Agreement (DVA) atau perjanjian penundaan penuntutan," sebutnya.
"Ini hanya terhadap subjek hukum berupa korporasi," ujarnya dikutip dari rmol.id, Jumat, 11 Juni 2025.
Menurutnya, restorative justice dapat diproses setelah korporasi mengajukan DPA.
"Bahkan, penyelesaian perkara dengan restorative justice hanya diputuskan oleh hakim," ujarnya.
Meskipun seperti itu, hakim tidak boleh gegabah memutuskan penyelesaian masalah dengan restorative justice.
Hal ini karena ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi korporasi untuk mendapat restorative justice tersebut.
"Kalau hakim setuju maka itu ada persyaratan-persyaratan yang dimuat di dalam perjanjian penundaan penuntutan," ujarnya.