Gibran ke Papua? Rocky Gerung Bongkar Tugas Berat dari Prabowo

R24/zura
Pengamat Politik Indonesia Sekaligus Filsuf Rocky Gerung. (Tangkapan layar)
Pengamat Politik Indonesia Sekaligus Filsuf Rocky Gerung. (Tangkapan layar)

RIAU24.COM -Wacana Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan penugasan khusus kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka agar berkantor di Papua menuai reaksi tajam dari sejumlah kalangan. Pengamat politik Rocky Gerung menyebut gagasan ini bukan sekadar urusan administratif, melainkan ujian sejarah bagi seorang pemimpin muda yang tengah berada dalam sorotan publik karena dinamika politik keluarganya.

“Kalau ini benar dilakukan, maka ini langkah serius. Tapi kalau cuma wacana, ini hanya akan memperburuk persepsi publik tentang kualitas kepemimpinan Gibran,” kata Rocky Gerung dalam kanal YouTube resminya, Rocky Gerung Official, yang diunggah belum lama ini.

Lebih dari Penugasan Biasa

Rocky melihat penempatan Gibran di Papua sebagai bentuk penugasan yang bisa menjadi panggung politik strategis, bukan hanya untuk membangun portofolio kerja, tetapi juga sebagai pembuktian kapasitas kenegaraan.

“Papua itu bukan tempat untuk simbolisme. Papua adalah ruang krisis: ada konflik sosial, ada sejarah panjang soal ketidakadilan, ada ketegangan geopolitik,” kata Rocky.

Menurut dia, Papua adalah laboratorium krisis yang akan menguji tidak hanya kemampuan administrasi, tetapi juga kecakapan diplomatik, pemahaman sosial, dan kepekaan kemanusiaan. Di sana, seorang pemimpin akan diuji dalam kondisi riil, bukan dalam ruang steril kekuasaan seperti di Jakarta atau Ibu Kota Nusantara (IKN).

Publik Skeptis, Tapi Ini Bisa Jadi “Naik Kelas”

Meski demikian, Rocky menyadari bahwa publik luas masih skeptis terhadap kapasitas Gibran. Putra sulung Presiden Jokowi itu dinilai masih belum menunjukkan kompetensi konkret dalam urusan kenegaraan skala nasional, apalagi konflik multidimensi seperti yang terjadi di Papua.

“Banyak yang sinis karena menganggap Gibran tidak cukup punya latar belakang soal Papua: tidak mengerti kultur lokal, sejarah konflik, atau cara bernegosiasi. Tapi justru di situlah tantangannya,” ujarnya.

Rocky mengingatkan bahwa sejarah telah mencatat bagaimana tokoh seperti Jusuf Kalla, saat menjadi wakil presiden, dikenang karena kemampuannya menjadi mediator perdamaian di konflik Poso dan Aceh. “Pak JK dikenang bukan karena jabatan Wapresnya, tapi karena fungsinya yang konkret. Kalau Gibran ingin dikenang, dia harus punya capaian serupa.”

Kritik Terhadap Penempatan di IKN

Rocky juga menyindir wacana sebelumnya yang menyebut Gibran akan berkantor di Ibu Kota Nusantara. Baginya, penempatan di IKN justru lebih mencerminkan pendekatan simbolik ketimbang substantif.

“Kalau di IKN, ya ngapain? Di sana Gibran mau urus apa? Sampah? Kan nggak ada krisis di sana,” ujarnya dengan nada satir.

Baginya, penempatan di Papua bisa memiliki dimensi strategis yang jauh lebih besar. Selain memperkuat kehadiran negara, juga bisa menjadi tempat belajar bagi Gibran soal politik internasional, terutama terkait isu-isu regional seperti ketegangan Indonesia-Australia, keberadaan pangkalan militer AS di Darwin, dan gerakan separatis di kawasan Pasifik Selatan.

Dibayangi Isu Dinasti dan Skandal Keluarga Jokowi

Penugasan ini juga datang di tengah badai politik yang menghantam keluarga Jokowi. Gibran tengah menghadapi dorongan pemakzulan, Bobby Nasution dikaitkan dengan kasus OTT, dan isu lama soal ijazah palsu Presiden Jokowi kembali mengemuka.

Menurut Rocky, wacana Gibran berkantor di Papua bisa dibaca sebagai manuver untuk mengalihkan sorotan publik dari isu-isu pelik tersebut. Namun ia memperingatkan, jika hanya bersifat kosmetik, maka langkah ini justru bisa menjadi bumerang politik.

“Kalau ini cuma plot dari alam semesta untuk nutupin semua beban politik keluarga Jokowi, ya akan ketahuan juga. Publik kita nggak sebodoh itu,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa tugas seberat Papua tidak boleh dijadikan proyek pencitraan belaka. “Papua terlalu serius untuk dijadikan panggung sandiwara politik,” tambahnya.

Apa yang Dipertaruhkan?

Apabila Gibran menerima tugas ini dan mampu menjalankannya dengan baik, Rocky melihat itu bisa menjadi momen krusial untuk membangun otoritas politik pribadi yang terpisah dari bayang-bayang ayahnya. Namun jika ditolak, ditunda, atau gagal dijalankan, akan ada konsekuensi besar dalam persepsi publik.

“Kalau Gibran nggak siap, publik akan bertanya: memangnya dia pantas jadi wapres? Kalau dia tolak, orang akan bilang: oh, dia memang nggak mampu. Dan itu akan memperkuat tuntutan pemakzulan yang sekarang mulai digaungkan,” jelas Rocky.

Antara Strategi Prabowo dan Ujian Moral Jokowi

Rocky juga melihat ini sebagai bagian dari strategi besar Prabowo yang kemungkinan akan lebih banyak terlibat dalam urusan internasional dalam lima tahun ke depan. Maka urusan domestik—khususnya di wilayah konflik seperti Papua—perlu ditangani figur kuat dari dalam negeri.

Namun di sisi lain, ia menyoroti dimensi moral dan sejarah dari penugasan ini. Ini bukan semata strategi Prabowo, tapi juga konsekuensi dari praktik politik dinasti yang selama ini dibangun oleh Presiden Jokowi.

“Sekarang publik menagih. Kalau dulu semua bisa dibungkam karena Jokowi masih punya kuasa, sekarang ingatan kolektif publik sedang pulih. Publik tidak akan diam kalau merasa dipermainkan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Wapres Gibran Rakabuming Raka mendapat mandat untuk mengurusi percepatan pembangunan Papua. Mandat itu ternyata bukan tugas khusus dari Presiden Prabowo Subianto, melainkan berdasarkan Undang-undang Otonomi Khusus (UU Otsus).

Awalnya kabar Gibran mendapat tugas khusus dari Prabowo untuk mengurusi Papua itu diungkap Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra. Ia menyebut pemerintah saat ini tengah mendiskusikan terkait percepatan pembangunan Papua dan Prabowo akan memberikan tugas itu ke Gibran.

"Dan concern pemerintah dalam menangani papua ini dalam beberapa hari terakhir ini sedang mendiskusikan untuk memberikan suatu penugasan dari presiden kepada wakil presiden untuk percepatan pembangunan Papua," kata Yusril dalam acara Launching Laporan Tahunan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia 2024, dilihat di YouTube Komnas HAM, Selasa (8/7/2025).

"Saya kira ini pertama kali presiden akan memberikan penugasan kepada wapres untuk penanganan masalah Papua ini, karena memang sampai hari ini belum ada penugasan khusus dari presiden, dan biasanya itu dengan keppres," lanjut Yusril.

Yusril menyebut penugasan terhadap wapres ini hal yang wajar. Sama halnya seperti Wapres ke-13 Ma'ruf Amin yang diberikan tugas pengembangan ekonomi syariah oleh Presiden ke-7 Joko Widodo.

Sementara itu, Gibran akan diberikan tugas penanganan masalah pembangunan di Papua. Bahkan menurutnya, bisa saja Gibran bekerja dan berkantor di Papua.

"Kalau Pak Kiai Ma'ruf diberi tugas untuk pengembangan ekonomi syariah oleh Pak Jokowi, dan sekarang ini akan diberikan penugasan bahkan mungkin ada juga mungkin kantornya wapres bekerja dari Papua menangani masalah ini," ujarnya.

Gibran Urus Papua Berdasarkan UU Otsus

Yusril menjelaskan Gibran mendapat tugas untuk mempercepat pembangunan di Papua bukan dari Presiden. Tugas itu berdasarkan pada ketentuan Pasal 68A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

"Dalam Pasal 68A UU Otsus Papua tersebut, diatur tentang keberadaan Badan Khusus untuk melakukan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otonomi Khusus Papua," kata Yusril kepada wartawan, Rabu (9/7/2025).

Adapun badan khusus itu dibentuk oleh Presiden ke-7 Joko Widodo dengan Perpres No 121 Tahun 2022. Namun, katanya, aturan-aturan terkait dengan pembentukan badan tersebut bisa saja direvisi sesuai kebutuhan untuk lebih mempercepat pembangunan Papua.

Yusril mengungkapkan Badan Khusus Percepatan Pembangunan Otsus Papua itu diketuai oleh Wakil Presiden dan beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan dan satu orang wakil dari tiap provinsi yang ada di Papua. Ketentuan lebih lanjut mengenai badan ini akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

"Jadi yang berkantor di Papua adalah kesekretariatan dan personalia pelaksana dari Badan Khusus yang diketuai oleh Wakil Presiden itu. Sebagai Ketua Badan Khusus, apabila Wakil Presiden dan para Menteri anggota badan itu jika sedang berada di Papua, beliau-beliau tentu dapat berkantor di Kesekretariatan Badan Khusus tersebut. Jadi bukan Wakil Presiden akan berkantor di Papua, apalagi akan pindah kantor ke Papua," jelas Yusril.

Gibran, kata Yusril, mempunyai tugas-tugas konstitusional yang telah diatur oleh UUD 1945, sehingga tempat kedudukan wakil presiden adalah di Ibu Kota Negara mengikuti tempat kedudukan Presiden. Menurut Yusril, secara konstitusional, tempat kedudukan Presiden dan Wakil Presiden tidak mungkin terpisah.

"Tidak mungkin wakil presiden akan pindah kantor ke Papua sebagaimana diberitakan oleh beberapa media," katanya.

Gibran Siap Ditugaskan di Mana Pun

Wapres Gibran Rakabuming menyatakan siap menjalankan tugas memimpin percepatan pembangunan di Papua. Dia siap melanjutkan hasil kerja eks Wapres Ma'ruf Amin tentang Papua.

"Saya sebagai pembantu presiden siap ditugaskan ke mana pun, kapan pun, dan ini kan melanjutkan kerja keras dari Pak Wapres Maruf Amin untuk masalah Papua," ujar Gibran di Klaten, Jawa Tengah, dilansir Antara, Rabu (9/7/2025).

Sebagaimana rekaman video yang diterima di Jakarta, Rabu, Gibran mengatakan bahwa penugasan dirinya tersebut merupakan kelanjutan dari upaya yang telah dilakukan Wakil Presiden RI ke-13 Ma'ruf Amin. Gibran menjelaskan bahwa keterlibatannya dalam isu Papua bukanlah hal yang baru.

Gibran menyampaikan bahwa jajaran di Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) yang berada di bawah koordinasinya sudah kerap menjalankan berbagai kegiatan di Papua. Di antaranya mengirimkan alat sekolah, laptop, dan mengecek kesiapan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah wilayah di Papua, seperti Sorong dan Merauke.

Wapres juga menegaskan bahwa dirinya siap menjalankan tugas tersebut kapan pun dan di mana pun.

"Kami sebagai pembantu presiden siap ditugaskan di mana pun, kapan pun. Dan saat ini kita menunggu perintah berikutnya. Kita siap, kita siap," ucap Gibran.

"Misalnya, keppres-nya (keputusan presiden) belum keluar pun saya juga siap kapan pun," imbuhnya.

Mengenai teknis pelaksanaan tugas, Gibran menyebutkan dia fleksibel dalam hal lokasi kerja.

Wapres mengatakan dia dapat berkantor di mana saja, baik di Jakarta, Ibu Kota Nusantara (IKN), maupun di Papua.

"Kalau saya bisa berkantor di mana saja. Bisa di Jakarta, di Kebon Sirih, bisa di IKN kalau Desember nanti sudah jadi, bisa di Papua, bisa juga di Klaten di Jawa Tengah. Ini kita di mana pun kita jadikan kantor," ucap Gibran.

Menurut dia, hal tersebut sejalan dengan komitmen sebagai pembantu presiden yang harus sering turun ke daerah, berdialog dengan berbagai pihak, serta membuka ruang untuk masukan dan evaluasi.

"Karena bagi saya, sekali lagi sebagai pembantu presiden, harus sering ke daerah, harus sering berdialog dengan pelaku-pelaku usaha seperti tadi, menerima masukan, menerima kritikan, evaluasi apa pun itu. Jadi, bisa berkantor di mana saja, bisa bertemu dengan warga, itu yang paling penting," ujarnya.

(***)

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak