RIAU24.COM - Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming secara tegas sangat mendukung peningkatan produktivitas, hilirisasi dan branding kopi Indonesia.
Hal ini bagian dari pelaksanaan Asta Cita Prabowo-Gibran, khususnya dalam pilar penguatan UMKM dan peningkatan daya saing produk lokal di pasar global. Selain itu, kegiatan ini merupakan penegasan dukungan pemerintah pusat terhadap penguatan sektor perkebunan, khususnya kopi sebagai komoditas unggulan Indonesia di pasar dunia.
“Saya kira kopi kita sudah mendunia. Indonesia adalah produsen kopi terbesar keempat di dunia. Tugas kita sekarang adalah menjaga kualitas dan memastikan kuantitasnya mencukupi kebutuhan pasar global,” ujar Gibran meninjau Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Puskesmas Sempol, Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming melanjutkan kegiatan dengan Panen Raya Kopi Ijen di Java Coffee Estate, Kecamatan Sempol, Bondowoso, Jawa Timur, Selasa (24/06/2025).
Wapres juga menekankan pentingnya peran petani dalam menjaga mutu kopi nasional. Pemerintah, lanjutnya, akan terus mengawal penyediaan benih unggul, alat-alat modern, dan input pertanian yang mudah dijangkau demi meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.
“Permintaan dunia terhadap kopi terus meningkat. Nilai kopi akan berkali lipat jika dilakukan hilirisasi dan branding. Kualitas saja tidak cukup. Nama besar Indonesia harus melekat pada produk turunan kopi dan cita rasa kopi specialty kita,” tegasnya.
Direktur Utama Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) IV, Jatmiko Krisna Santosa, dalam pemaparannya kepada Wapres, menyampaikan bahwa tantangan utama pengembangan kopi saat ini bukan sekadar perluasan pasar, namun peningkatan produktivitas petani.
“Saat ini produktivitas petani masih di kisaran 180 hingga 300 kilogram per hektare. Target kita dalam waktu tujuh tahun bisa mencapai dua ton per hektare,” ungkapnya.
PTPN saat ini tengah mengembangkan pendekatan intensifikasi dan budidaya berstandar internasional kepada sekitar 10.000 petani. Upaya ini termasuk pemangkasan yang teratur, pemupukan disiplin, hingga edukasi soal proses pengolahan kopi.
Jatmiko menjelaskan pula, bahwa sebagian besar petani saat ini hanya menjual cherry (biji kopi mentah) ke tengkulak dengan harga Rp15.000/kg. Padahal jika diolah menjadi green bean berkualitas ekspor, nilai jualnya bisa mencapai Rp160.000/kg.
Untuk itu kata dia, pihaknya telah menyiapkan satu pabrik pengolahan kopi rakyat, agar petani bisa memperoleh nilai tambah yang lebih besar.
“Dengan memproses biji kopi di pabrik kami, kualitas rasa meningkat karena melalui proses fermentasi yang optimal. Taste-nya bisa berbeda dan memenuhi standar cup of Java yang dicari pembeli global,” jelasnya.
Lebih lanjut Jatmiko mengurai, dari total luas 15.600 hektare kebun, area panen hari itu mencakup 10 hektare, dengan hasil panen rata-rata 3 kg per pohon. Mayoritas petani yang hadir adalah buruh harian yang menerima upah Rp2.000 per kilogram kopi yang dipetik, dengan rata-rata kapasitas panen 60–100 kilogram per hari.
Kawasan Ijen memiliki hamparan perkebunan kopi seluas ±15.600 hektare, yang terdiri dari lahan milik PTPN dan ±10.600 hektare lahan Perhutani yang dikelola oleh petani rakyat. Salah satu ikon dari kawasan ini adalah Java Coffee, kopi arabika unggulan yang sudah diekspor ke berbagai negara dan dikenal luas secara historis di pasar global.
"Dengan dukungan program pemerintah, kawasan Ijen diharapkan dapat menjadi sentra kopi berkelas dunia, sekaligus lokomotif pertumbuhan ekonomi rakyat di pedesaan," pungkasnya. ***