RIAU24.COM -Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, tengah berada di bawah tekanan politik berat.
Ia dituduh melanggar prinsip netralitas TNI setelah komentarnya soal dugaan keterlibatan militer dalam pengaturan hasil Pemilu 2024 memicu kemarahan sejumlah purnawirawan.
Dalam sebuah pernyataan resmi, Forum Purnawirawan TNI mendesak Hasto mundur dari jabatannya dan meminta klarifikasi terbuka.
"Netralitas TNI itu harga mati. Jika aktor politik sipil merusaknya, itu adalah bentuk penghinaan terhadap reformasi," kata Mayor Jenderal (Purn) J.S.
Hasto menanggapi secara defensif, menyatakan bahwa komentarnya dimaksudkan untuk "mengawal demokrasi" dan bukan menyerang institusi TNI secara langsung.
Namun tekanan publik tidak mereda. Sejumlah kelompok masyarakat sipil bahkan menuntut penyelidikan etis atas pernyataan Hasto.
Analis politik dari CSIS menilai bahwa ini bukan hanya persoalan individu, melainkan sinyal ketegangan lebih luas antara kekuatan sipil dan militer di era transisi kekuasaan.
"Ini soal siapa yang mengendalikan ruang demokrasi: sipil yang sah, atau bayang-bayang kekuasaan militer," katanya.
TNI sendiri, melalui pernyataan resmi, menegaskan komitmen netralitas mereka namun belum mengambil langkah konkret terhadap kontroversi ini.
Situasi ini memperlihatkan bahwa netralitas militer tetap menjadi ranjau tersembunyi dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
(***)