RIAU24.COM - Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Nature Cancer menemukan risiko seseorang terkena kanker sepanjang hidupnya mungkin sudah dimulai sejak mereka berada dalam kandungan.
Penelitian yang dilakukan para ilmuwan dari Van Andel Institute itu mengidentifikasi dua kondisi epigenetik berbeda terkait risiko kanker yang muncul selama perkembangan janin. Salah satu kondisi dikaitkan dengan risiko seumur hidup yang lebih rendah, sedangkan yang lain dikaitkan dengan risiko seumur hidup yang lebih tinggi.
Jika kanker berkembang pada kondisi risiko rendah, kemungkinan besar kanker tersebut adalah tumor cair, seperti leukemia atau limfoma. Jika kanker berkembang pada kondisi risiko tinggi, kemungkinan besar kanker tersebut adalah tumor padat, seperti kanker paru-paru atau prostat.
"Karena sebagian besar kanker terjadi di kemudian hari dan dipahami sebagai penyakit akibat mutasi, atau genetika, belum ada fokus mendalam tentang bagaimana perkembangan dapat membentuk risiko kanker. Temuan kami mengubahnya," ujar ketua Departemen Epigenetika Van Andel Institute, J Andrew Pospisilik, PhD, dikutip dari Science Daily, Jumat (31/1/2025).
"Identifikasi kami terhadap dua kondisi epigenetika yang berbeda ini membuka pintu ke dunia studi yang sama sekali baru tentang dasar-dasar kanker," sambungnya.
Seiring bertambahnya usia, risiko kanker dapat meningkat akibat akumulasi kerusakan DNA dan faktor-faktor lain. Namun, tidak semua sel abnormal akan menjadi kanker. Dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuwan telah mengidentifikasi pengaruh lain, seperti kesalahan epigenetik, sebagai faktor tambahan penyebab kanker.
Epigenetika merupakan proses yang memengaruhi bagaimana dan kapan instruksi dalam DNA dijalankan. Masalah pada epigenetika dapat menggagalkan proses pengendalian kualitas sel, sehingga sel yang sakit bisa bertahan hidup dan menyebar.
Dalam penelitiannya, Pospisilik dan rekan-rekannya menemukan tikus dengan kadar gen Trim28 yang rendah dapat memiliki satu dari dua pola tanda epigenetik pada gen terkait kanker, meskipun keduanya identik. Pola-pola ini terbentuk selama perkembangan. Kekuatan pola menentukan mana dari dua kondisi risiko kanker yang terjadi.
"Setiap orang memiliki beberapa tingkat risiko, tetapi ketika kanker muncul, kita cenderung menganggapnya hanya sebagai nasib buruk. Namun, nasib buruk tidak sepenuhnya menjelaskan mengapa beberapa orang terkena kanker dan yang lainnya tidak. Yang terpenting, nasib buruk tidak dapat dijadikan target pengobatan," terang peneliti di Pospisilik Lab, Ilaria Panzeri, Ph.D.
"Di sisi lain, epigenetika dapat dijadikan target. Temuan kami menunjukkan bahwa akar kanker mungkin dimulai selama periode perkembangan yang sensitif, sehingga menawarkan perspektif baru untuk mempelajari penyakit ini dan berbagai pilihan baru yang potensial untuk diagnosis dan pengobatan," imbuhnya.
Pospisilik dan timnya menemukan bukti adanya dua status epigenetik di seluruh jaringan dalam tubuh, yang menunjukkan risiko epigenetik perkembangan mungkin umum terjadi pada kanker. Di masa mendatang, mereka berencana untuk meneliti efek kedua status ini pada masing-masing jenis kanker. ***
risik
Baca a