RIAU24.COM - Ratusan ribu Yahudi ultra-Ortodoks berkumpul di Yerusalem Barat pada Kamis (30/10) untuk melakukan protes massal menentang wajib militer.
Selama puluhan tahun, Israel menerapkan salah satu wajib militer paling ketat di dunia. Namun, selama ini umat Yahudi ultra-Ortodoks dikecualikan dari aturan tersebut.
Namun, sejak agresi brutal Israel ke Jalur Gaza Palestina berlangsung pada Oktober 2023 lalu, Tel Aviv mencabut aturan itu dan kini mengharuskan umat Yahudi utra-Ortodoks wajib militer, isu sensitif yang kian menekan pemerintahan Netanyahu.
Baca Juga: Serial Legendaris Super Sentai Akan Setop Tayang, Ini Alasannya
Media Israel memperkirakan kerumunan sekitar 20 ribu pria berpakaian khas hitam ala Yahudi ultra-Ortodoks memadati jalan utama menuju pintu masuk Yerusalem dan menyebabkan kemacetan total. Seluruh demonstran menuntut Netanyahu membatalkan amandemen tersebut.
"Saat ini, orang-orang yang menolak ikut wajib militer akan dijebloskan ke penjara militer," ujar salah satu demonstran, Shmuel Orbach.
"Itu tidak terlalu buruk. Tapi kita adalah negara Yahudi. Anda tidak bisa memerangi agama Yahudi di negara Yahudi. Itu tidak akan berhasil," paparnya menambahkan seperti dikutip Reuters.
Umat ultra-Ortodoks selama ini mendapat pengecualian dari wajib militer. Banyak warga Israel yang menilai hal itu tidak adil karena beban pertahanan negara hanya ditanggung oleh kalangan non-Ortodoks.
Baca Juga: Trump Pangkas Penerimaan Pengungsi AS, Sisakan Sebagian Besar Slot untuk Warga Kulit Putih Afrika Selatan
Kemarahan publik semakin meningkat selama dua tahun terakhir, di tengah agresi brutal Israel ke Jalur Gaza yang tak hanya menewaskan puluhan ribu orang Palestina, tapi juga menimbulkan korban jiwa tertinggi di kalangan militer Israel dalam beberapa dekade.
Selain itu, kebutuhan pasukan militer juga semakin meningkat kala Israel memperluas agresinya dari Jalur Gaza hingga Lebanon, Suriah, Yaman, dan Iran.