RIAU24.COM -Melambungnya nama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akhir-akhir ini diduga ada peran buzzer-buzzer di baliknya.
Hal ini diungkapkan Achmad Nur Hidayat, Analis kebijakan publik UPN Veteran Jakarta dikutip dari tayangan TVOne pada Minggu (27/10/2025).
Dikatakan Achmad, gaya koboi seperti yang ditampilkan Purbaya bisa jadi karena memang apa adanya, namun juga bisa didesain tidak apa adanya.
"Dan kalau selama ini kita melihat, awalnya itu memang kelihatan natural, ya. Tapi kalau saya sendiri melihatnya makin ke sini itu seperti ada buzzer yang bermain begitu," katanya.
Menurutnya, buzzer-buzzer yang bermain ini kemudian membuat sesuatu yang positif.
Padahal, lanjut Achmad kalau dia melihat, gebrakan Purbaya hampir relatif hanya verbal, tidak ada sesuatu yang berbeda dari yang sebelumnya.
Menurut Achmad, masalah ekonomi itu riil di masyarakat.
"Ketika Pak Purbaya menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, apakah sudah ada pertumbuhan tinggi yang meningkat yang signifikan? Dan apakah kemudian masyarakat memiliki daya beli yang tinggi? Apakah juga masyarakat memiliki pekerjaan? Nah, ini semua kan enggak bisa dijawab dengan retorika Pak Purbaya. Ini kan harus riil kelihatan," sambungnya.
Dikatakan Achmad, Purbaya harus membuktikan retorikanya dengan indikator-indikator ekonomi yang objektif.
Misalkan, ketika Rp 200 triliun dikucurkan ke perbankan dengan niat suku bunga perbankan akan turun, harus bisa dirasakan masyarakat.
Disinggung tentang masyarakat yang kini menyukai gaya ceplas-ceplos Purbaya, menurut Achmad hal itu wajar, karena sesuatu yang unik akan menjadi pusat perhatian.
Namun, Achmad mengingatkan bahwa menyenangkan rakyat belum tentu dirasakan oleh rakyat.
"Makanya saya kira, kebijakan yang menyentuh itu adalah yang sifatnya riil, ya, dirasakan. Kalau yang sekarang ini kan belum riil sebetulnya, masih menggunakan sinyal-sinyal atau instrumen antara. Memberikan dana kepada perbankan ini kan belum riil. Kemudian mengurangi belanja di daerah dan belanja di kementerian juga tidak riil," katanya.
Achmad justru melihat Purbaya saat ini seperti setengah RI 1.
"Kita gak pernah melihat menteri-menteri yang lain ada yang mendatangi. Tapi banyak juga yang mendatangi Pak Purbaya ini dalam arti, 'Tolong anggarannya jangan dihapus, Pak.' Ya kan BGN juga komentar juga kemudian jadi kontroversi. Sampai dikomentari oleh menteri yang lain. Jadi ini ada satu kegaduhan tanda kutip di antara kabinet kita juga dengan pernyataan-pernyataan Pak Purbaya. Kenapa? Karena mereka khawatir anggarannya diambil, begitu," katanya.
Menurut Achmad hal ini bagus agar kementerian yang lain bergerak dalam penyerapan anggaran.
"Meskipun ini tidak cukup bagus, ya. Diserap bukan berarti berkualitas. Oke. Selalu ada positif dan negatifnya," tukasnya.
(***)