RIAU24.COM -Pemerintah berencana memutihkan atau menghapus tunggakan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan yang nilainya capai Rp7,6 triliun.
Rencana penghapusan ini pertama kali diungkapkan oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. Menurutnya, saat ini pemerintah masih perlu memverifikasi data.
"Sedang dipelajari dulu, dihitung dulu. Ada rencana seperti itu, tapi mohon waktu karena itu kan pasti harus dihitung. Datanya juga harus diverifikasi, kemudian angka nominalnya juga harus dipertimbangkan," ungkap Prasetyo, Kamis (9/10).
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan total tunggakan iuran peserta BPJS Kesehatan hingga saat ini mencapai Rp7,691 triliun.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai apabila kebijakan ini betul dilakukan, maka merupakan langkah positif yang patut disambut baik.
Sebab, ini akan memberi harapan baru bagi jutaan peserta mandiri yang selama ini terhambat mendapatkan layanan JKN.
Timboel mengatakan tunggakan iuran selama ini menjadi 'penyandera' bagi peserta mandiri, terutama di kelas 3. Banyak dari mereka tidak dapat mengakses layanan kesehatan karena status kepesertaannya nonaktif.
"Tentunya kami sangat menyambut baik kebijakan pemerintah untuk menghapus, memutihkan tunggakan iuran BPJS Kesehatan dari kelas peserta mandiri yang selama ini sangat menyandera peserta mandiri kelas 3, kelas 2, kelas 1, yang memang mayoritas kelas 3 ini untuk menjadi peserta aktif yang dapat layanan JKN," ujarnya.
Ia mengingatkan kondisi tunggakan ini bermula sejak diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Kala itu, iuran peserta kelas 1 naik dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu, kelas 2 dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu, serta kelas 3 dari Rp23 ribu menjadi Rp42 ribu tetapi disubsidi pemerintah Rp7.000 sehingga peserta hanya perlu membayar Rp35 ribu.
"Kenaikan iuran di tengah covid-19 pada saat itu membuat peserta mandiri memang sangat-sangat terpukul dan akhirnya gagal bayar untuk membayar iuran sehingga menciptakan tunggakan-tunggakan yang sampai saat ini menyandera peserta mandiri," imbuhnya.
Timboel menjelaskan ada dua faktor utama penyebab peserta mandiri menunggak iuran. Pertama, karena kemampuan ekonomi yang lemah (ability to pay).
Kedua, ketidakmauan membayar (willingness to pay) akibat kekecewaan terhadap layanan kesehatan sehingga ogah melanjutkan untuk membayar.
"Nah, tentunya kalau menurut saya memang ini adalah bagian yang harus diperbaiki," jelasnya.
(***)