RIAU24.COM - Setelah tiga perempuan muda disiksa dan dibunuh yang disiarkan langsung di media sosial, ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan di Buenos Aires, Argentina, pada hari Sabtu (27 September) untuk menuntut keadilan.
Para pengunjuk rasa yang diorganisir oleh sebuah kelompok feminis berbaris menuju gedung parlemen sambil membawa spanduk dan plakat bertuliskan. "Itu adalah narkofeminisida!" "Nyawa kami tidak bisa dikorbankan!"
"Perempuan harus dilindungi lebih dari sebelumnya," ujar ayah Brenda, Leonel del Castillo, di tengah protes, lapor kantor berita AFP.
Sebelumnya, ia menyatakan bahwa ia tidak dapat mengidentifikasi jenazah putrinya, bagaimana ia disiksa dan dibunuh.
Kakek dari sepupu-sepupu berusia 20 tahun itu, Antonio del Castillo, juga menangis dan menyebut para pembunuh itu ‘haus darah.’
"Anda tidak akan melakukan apa yang mereka lakukan kepada hewan," katanya.
"Saya berharap kebenaran akan terungkap," tambahnya.
"Saya meminta orang-orang untuk mendukung kami,” ungkapnya lagi.
Setelah pembunuhan tersebut, semua gadis tersebut hilang selama 5 hari.
Kemudian, ketika mereka ditemukan, jenazah Morena Verdi dan Brenda del Castillo, sepupu berusia 20 tahun, dan Lara Gutierrez yang berusia 15 tahun ditemukan terkubur di halaman sebuah rumah di pinggiran selatan Buenos Aires pada hari Rabu.
Kejahatan yang dilakukan oleh geng narkoba tersebut disiarkan langsung di Instagram, dan 45 anggota akun pribadi menyaksikan seluruh kejadian tersebut, kata para pejabat.
Lima tersangka ditangkap
Sementara itu, Menteri Keamanan Nasional Patricia Bullrich mengumumkan bahwa mereka telah menangkap lima tersangka hingga Jumat, sehingga totalnya menjadi tiga pria dan dua wanita.
Tersangka kelima ditangkap di kota perbatasan Bolivia, Villazon, atas tuduhan memberikan dukungan logistik berupa mobil kepada para pembunuh tersebut.
Pihak berwenang telah membagikan foto terduga dalang di balik rencana tersebut, seorang warga Peru berusia 20 tahun yang masih buron.
Penyidik mengatakan para korban ditipu untuk masuk ke dalam sebuah van pada 19 September dengan berpura-pura menghadiri sebuah pesta.
Penculikan tersebut diduga merupakan bagian dari rencana untuk ‘menghukum’ mereka karena melanggar aturan geng dan sebagai peringatan bagi yang lain.
Menurut Menteri Keamanan Provinsi Buenos Aires, Javier Alonso, polisi mengungkap video serangan tersebut setelah seorang tahanan mengungkapkannya saat diinterogasi.
Dalam rekaman tersebut, seorang pemimpin geng terdengar berkata: "Beginilah nasib orang-orang yang mencuri narkoba dari saya."
Selain itu, media lokal melaporkan para korban disiksa secara brutal, dengan jari-jari mereka dipotong, kuku dicabut, dan menjadi sasaran pemukulan dan pencekikan.
Apakah wanita muda terlibat dalam pekerjaan seks?
Sepupu Brenda dan Morena, yang diidentifikasi sebagai Federico Celebon, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa tanpa sepengetahuan keluarga, kedua perempuan muda itu terkadang terlibat dalam pekerjaan seks ‘untuk bertahan hidup.’
Ia menambahkan bahwa mereka bernasib buruk karena bertemu di waktu yang salah dengan orang yang salah.
Beberapa media juga mengungkapkan bahwa para perempuan tersebut diminta bergabung dengan partai sebagai pekerja seks komersial, ungkap seorang pengrajin kulit berusia 35 tahun, yang diidentifikasi sebagai Yamila Alegre, saat mengikuti pawai pada hari Sabtu.
"Kami selalu berusaha membuat gadis-gadis itu merasa bersalah. Kami tahu segalanya tentang kehidupan mereka, apa yang mereka lakukan di sana, seperti apa keluarga mereka. Kami mempublikasikan foto-foto mereka, tetapi kami tidak tahu apa pun tentang pelaku, bahkan nama mereka pun tidak, wajah mereka disamarkan," ujarnya.
Sementara itu, Del Valle Galvan, bibi Lara, juga membantah klaim bahwa remaja putri berusia 15 tahun itu terlibat narkoba atau prostitusi.
"Ada kemiskinan di lingkungan kami, tetapi apa yang orang-orang katakan tentang Lara itu salah," ujarnya.
"Kami ingin keadilan ditegakkan, tidak ada yang ditutup-tutupi, dan seluruh kebenaran terungkap sehingga mereka yang bertanggung jawab dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka. Kami tidak takut!" ujarnya kepada AFP.
(***)