Roy Suryo Bongkar Kejanggalan Fatal Ijazah Wapres Gibran Rakabuming

R24/zura
Roy Suryo Bongkar Kejanggalan Fatal Ijazah Wapres Gibran Rakabuming. (Tangkapan Layar)
Roy Suryo Bongkar Kejanggalan Fatal Ijazah Wapres Gibran Rakabuming. (Tangkapan Layar)

RIAU24.COM -Legitimasi pendidikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali diguncang isu tak sedap. 

Setelah sebelumnya menyoroti ijazah Presiden Joko Widodo, pakar telematika Roy Suryo kini mengarahkan sorotan tajamnya pada riwayat pendidikan sang putra sulung.

Dalam sebuah wawancara eksklusif, Roy Suryo tanpa tedeng aling-aling membeberkan sejumlah kejanggalan yang ia anggap sangat serius dan bahkan menyebutnya mirip sebuah lelucon.

Kritik pedas ini dilontarkan Roy Suryo dalam acara di Kompas TV, Sabtu (13/9/2025), di mana ia secara sistematis mempertanyakan keabsahan ijazah tingkat SMA dan pendidikan tinggi yang pernah ditempuh Gibran di luar negeri.

Menurutnya, ada empat titik krusial yang membuat riwayat pendidikan sang wakil presiden patut dipertanyakan secara fundamental.

Empat Kejanggalan Ijazah Gibran Versi Roy Suryo

Roy Suryo tidak hanya melempar tudingan kosong. Ia memaparkan empat poin utama yang menjadi dasar keraguannya, mengubah polemik ini dari sekadar isu politik menjadi perdebatan teknis mengenai validitas dokumen kenegaraan.

1. Misteri Keberadaan Ijazah SMA

Poin pertama yang menjadi sorotan utama adalah tidak adanya ijazah kelulusan setingkat SMA. Roy mempertanyakan dokumen resmi yang seharusnya menjadi syarat dasar.

Ia menyoroti fakta bahwa dalam berkas pendaftaran resmi di KPU, Gibran hanya tercatat bersekolah selama dua tahun di Orchid Park Secondary School, Singapura, tanpa pernah melampirkan bukti kelulusan formal berupa ijazah.

2. Program di UTS Dianggap Hanya 'Kursus' Singkat

Keraguan Roy berlanjut ke jenjang pendidikan tinggi Gibran di University of Technology Sydney (UTS), Australia. 

Ia mengklaim bahwa program yang diikuti Gibran bukanlah program sarjana (S1) seperti yang mungkin dibayangkan publik, melainkan sebuah program persiapan atau matrikulasi. 

Program bernama Insearch itu, menurut Roy, hanyalah "kursus" singkat yang berlangsung selama 6 bulan.

3. Penyetaraan Setara SMK yang Dianggap Aneh

Kejanggalan ketiga, menurut Roy, terletak pada proses penyetaraan program Insearch tersebut. 

Ia menyebut bahwa surat penyetaraan dari Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) yang menyatakan program tersebut setara dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah sebuah keanehan besar.

4. Jeda Waktu Penyetaraan Selama 13 Tahun 

Puncak dari kecurigaan Roy Suryo adalah jeda waktu yang sangat panjang antara waktu kelulusan dan pengurusan surat penyetaraan.

Gibran menyelesaikan program Insearch pada tahun 2006, namun surat penyetaraan dari pemerintah Indonesia baru diterbitkan pada tahun 2019, atau 13 tahun kemudian. Jarak waktu yang tidak wajar ini memicu spekulasi.

Sejalan dengan Gugatan Perdata Rp125 Triliun

Kritik yang dilontarkan Roy Suryo ini bukan sekadar opini di ruang publik. Isu ini telah memasuki ranah hukum melalui gugatan perdata yang dilayangkan oleh seorang warga bernama Subhan Palal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan tersebut menuntut pembatalan status Gibran sebagai Wakil Presiden dengan dasar argumen yang sama yakni Gibran dinilai tidak memenuhi syarat pendidikan minimal "tamat SMA atau sederajat" saat mendaftar sebagai calon wakil presiden.

Tak tanggung-tanggung, gugatan tersebut juga menuntut ganti rugi materiel dan imateriel senilai Rp125 triliun.

Sebelumnya, dalam Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan 16 dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden sebagai informasi yang dirahasiakan dari publik.

Dokumen-dokumen yang dirahasiakan tersebut termasuk profil singkat, laporan harta kekayaan, hingga ijazah pendidikan.

Kebijakan ini menuai respons dari Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf.

Dia mengaku sangat menyayangkan keputusan itu karena sejatinya data pejabat publik seharusnya transparan apalagi di negara demokrasi seperti Indonesia.

Dede membandingkannya dengan pelamar kerja yang harus menyertakan curriculum vitae (CV) lengkap. Menurutnya, satu-satunya data yang tidak boleh dibuka untuk publik hanyalah data medis.

Dia menyampaikan, Komisi II DPR akan memanggil KPU untuk mendalami argumentasi dari pelarangan akses data ijazah capres-cawapres.

Politisi Partai Demokrat ini menyebut, publik tidak akan mengetahui profil calon pemimpin mereka jika tidak bis mengakses data-data tersebut. Menurut dia, ketentuan tersebut bisa saja diubah lewat revisi Undang-Undang Pemilu yang akan bergulir.  

(***) 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak