Penjelasan Indofood soal Indomie Soto Banjar Kuit Tersandung Temuan Etilen Oksida

R24/dev
Penjelasan Indofood soal Indomie Soto Banjar Kuit Tersandung Temuan Etilen Oksida
Penjelasan Indofood soal Indomie Soto Banjar Kuit Tersandung Temuan Etilen Oksida

RIAU24.COM Gaduh Indomie varian Soto Banjar Limau Kuit dilaporkan teridentifikasi etilen oksida (EtO) di luar ambang batas aman yang ditolerir. PT Indofood CBP (ICBP) Sukses Makmur buka suara, menekankan produknya selama ini sudah mengikuti standar ketentuan dan perizinan otoritas Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI).

"Seluruh mi instan yang diproduksi oleh Perseroan di Indonesia diproses sesuai dengan standar keamanan pangan yang ditetapkan oleh BPOM RI dan Standar Codex untuk Mi Instan," demikian penegasan Indofood dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (16/9/2025).

Mi instan produksi mereka disebut juga mengantongi sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI), dan diproduksi di fasilitas produksi yang sudah memiliki Standar Internasional ISO 22000 atau FSSC 22000 untuk Sistem Manajemen Keamanan Pangan.

Ekspor Indomie ke berbagai negara juga ditegaskan perusahaan sudah dilakukan lebih dari 30 tahun.

"ICBP telah mengekspor produk mi instan ke berbagai negara di dunia selama lebih dari 30 tahun," tekannya.

"Perusahaan senantiasa memastikan bahwa seluruh produknya mematuhi peraturan dan standar keamanan pangan yang berlaku di negara tempat mi instan ICBP dipasarkan," pungkas perusahaan.

Sebelumnya diberitakan, Taiwan menetapkan standar ketat terkait etilen oksida (EtO) dalam produk pangan, yakni kadar total EtO harus nol terdeteksi. Ketentuan ini berbeda dengan sejumlah negara lain seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, maupun Indonesia, yang membedakan pengaturan antara EtO dan turunannya, 2-kloroetanol (2-CE), sebagai parameter uji, bukan sebagai total EtO.

Di Indonesia, aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala BPOM No. 229 Tahun 2022, yang menetapkan ambang batas residu EtO pada pangan olahan sebesar 0,01 mg/kg. Angka ini dipilih dengan mempertimbangkan aspek keamanan yang masih bisa dikendalikan, prinsip As Low As Reasonably Achievable (ALARA), serta menyesuaikan dengan regulasi internasional lain yang sudah ada.

BPOM menyatakan akan menempuh beberapa langkah. "Pertama, kami akan memanggil produsen, lalu menjalin kerja sama dengan otoritas Taiwan. Setelah itu kami lakukan klarifikasi. Kalau memang mereka melarang konsumsi, ya kita tidak bisa memaksakan, karena itu kewenangan negara mereka," jelas Kepala BPOM RI Taruna Ikrar.

"Prinsip BPOM tetap jelas, yaitu mengikuti standar yang berlaku," pungkasnya. ***

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak