Kasus Dugaan Korupsi Penjualan Aset PTPN I ke Ciputra Land Naik ke Penyidikan

R24/dev
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar

RIAU24.COM KEJAKSAAN Tinggi Sumatera Utara menaikkan kasus dugaan korupsi penjualan aset lahan milik PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) oleh PT Nusa Dua Propertindo kepada pengembang Ciputra Land ke tahap penyidikan. “Sudah naik ke penyidikan sejak 25 Agustus 2025,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Harli Siregar pada Selasa, 9 September 2025.

Harli mengatakan, kasus ini merupakan pengembangan dari penyelidikan oleh Kejaksaan Agung. Setelah dilakukan ekspose di Kejaksaan Agung, diputuskanlah kasus ini ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara karena lokasi perkara berada di wilayah Sumatera Utara.

Kronologi dugaan tindak pidana kasus ini bermula dari penjualan aset tanah milik PTPN I seluas 8.077 hektare oleh PT Nusa Dua Propertindo ke Ciputra Land. Namun, hak negara tidak diberikan oleh PT Nusa Dua.

Tanah tersebut sebelumnya berstatus Hak Guna Usaha (HGU) yang kemudian dialihkan menjadi Hak Guna Bangunan (HGB). Sesuai regulasi, dalam peralihan status tersebut negara seharusnya mendapat bagian 20 % dari luas lahan atau sekitar 18 hektare. Namun, bagian itu tidak pernah diberikan ke negara hingga tanah yang semula kosong, kini sebagian berdiri rumah-rumah mewah.

Plh Kasi Penkum Kejati Sumut Muhammad Husairi sebelumnya mengatakan, tidak dipenuhinya hak negara tersebut menimbulkan kerugian negara. Soal keharusan menyerahkan 20 % dari luas lahan kepada negara, hal itu diatur dalam Pasal 165 Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2021.

“Jika kewajiban itu tidak dipenuhi, maka dapat menimbulkan potensi kerugian keuangan negara dalam jumlah signifikan,” ujar Husairi dikutip dari Antara pada Kamis, 28 Agustus 2028. Kejati Sumut juga tengah menelusuri indikasi adanya penyimpangan pemasaran dan penjualan perumahan Citraland Helvetia, Citraland Sampali, dan Citraland Tanjung Morawa yang diduga menggunakan lahan eks aset PTPN I.

Semula aset tanah kosong tersebut adalah milik PTPN I. Terhitung Desember 2023, entitas ini bersama 7 entitas lainnya bergabung menjadi Subholding PTPN I. Dikutip dari website PTPN I, Nusa Dua Propertindo adalah anak usaha dari PTPN II sebelum PTPN II bergabung dalam PTPN I. Aparat penegak hukum yang mengetahui kasus ini mengatakan lewat PT Nusa Dua Propertindo terjalin kerja sama dengan Ciputera Land. Dalam kerja sama tersebut, keduanya kemudian mendirikan perusahaan baru PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR). Namun, Nusa Dua Propertindo hanya menyetor inbreng (hanya menyetor tanah) kepada pihak swasta. PT Nusa Dua tidak ikut campur dalam pelaksanaan, maupun pengelolaan.

Nusa Dua Propertindo selaku BUMN hanya memiliki saham 25% dari kerja sama dengan Ciputra Land. Sisanya dimiliki oleh Ciputra Land. Pihak yang mengoperasikan pembangunan perumahan adalah DMKR. “Dalam perjalanannya, tanah yang masih berstatus HGU karena mau dibangun rumah harus diubah ke HGB, tapi hak negara tidak diberikan,” ujar sumber tersebut. Dari total luasan tanah yang dikerjasamakan, sekitar 2.500 hektare berstatus HGU, 5 ribu hektare masih APL. Sementara yang sudah beralih status menjadi HGB baru sekitar 93 hektare. 

Dari total luas tanah 8.077 hektare yang hendak dijadikan perumahan, baru sebagai lahan yang sudah berstatus HGB yang dibangun perumahan. Kejati Sumut belum mengumumkan berapa total kerugian negara dalam kasus ini. Tempus adanya dugaan tindak pidana dalam kasus ini diperkirakan terjadi sejak 2022, saat diterbitkannya HGB Citraland Elvetia pada 2022, Citraland Tanjung Morawa, dan Citraland Sampali.

Sejumlah pihak sudah diperiksa di kasus ini, antara lain: Kasubdit Penetapan Hak Guna Bangunan Kementerian ATR/BPN Anugerah Satriowibowo, Kepala Bidang Bangunan, Pertamanan dan Penataan Perkotaan Dinas Cipta Karya Dan Tata Ruang Kabupaten Deli Serdang Ari Martiansyah. Ada pula Direktur PT NDP Imam Subakti, Kepala Kantor Wilayah BPN Sumatera Utara Tahun 2020-Januari 2025 Askani, Kepala Kantor Wilayah BPN Sumatera Utara Sri Pranoto.

Penegak hukum tersebut menyebutkan penyidik Kejati sedang mendalami peran ATR/BPN soal tidak diterimanya hak negara sebesar 20% dari luas lahan peralihan HGU ke HGB. Saat dimintai konformasi perihal ini, Kajati Harli Siregar mengatakan penyidik sedang mendalami semua pihak. “Semua didalami,” ujar Harli. ***

 

 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak