RIAU24.COM - Lebih dari 300 pekerja Korea Selatan ditahan dalam penggerebekan oleh otoritas imigrasi AS di pabrik baterai Hyundai–LG yang sedang dibangun di Ellabell, Georgia.
Investigasi Keamanan Dalam Negeri (Homeland Security Investigations) menggambarkan operasi tersebut sebagai bagian dari investigasi kriminal atas tuduhan praktik ketenagakerjaan yang melanggar hukum dan kejahatan federal yang serius.
Penahanan tersebut memicu kekhawatiran diplomatik di Seoul, dengan kekhawatiran bahwa tindakan tersebut dapat memperburuk hubungan bisnis antara Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Intervensi Trump
Menurut Financial Times, Presiden AS Donald Trump secara pribadi memerintahkan agar para pekerja tersebut tidak dideportasi.
Sebaliknya, ia dilaporkan meminta para pejabat untuk mendorong mereka agar tetap tinggal di negara itu dan membantu melatih staf Amerika.
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan bahwa Trump telah menyarankan para pekerja tersebut untuk tetap tinggal untuk terus melatih atau mendidik warga Amerika.
Meskipun sebuah penerbangan carter telah disiapkan untuk memulangkan kelompok tersebut, perintah Trump menunda keberangkatan mereka, demikian konfirmasi Seoul.
Tanggapan Seoul
Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Hyun, yang sedang berada di Washington untuk berunding dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, mengusulkan agar para pekerja pulang terlebih dahulu untuk memulihkan diri, baru kemudian kembali lagi jika mereka mau.
Sementara itu, Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung memperingatkan bahwa penggerebekan tersebut dapat merusak kepercayaan bisnis.
Ia mengatakan perusahaan akan ragu untuk berinvestasi di AS tanpa sistem visa yang memadai untuk mendukung karyawan mereka.
Kekhawatiran atas investasi di AS
Presiden Lee mencatat bahwa Korea Selatan berencana memulangkan pekerjanya dengan penerbangan carter, sekaligus mendesak diskusi untuk memperbaiki proses visa AS.
"Setelah penahanan tersebut, perusahaan-perusahaan Korea Selatan mau tidak mau mempertanyakan apakah mendirikan pabrik di AS sepadan dengan potensi risikonya. Hal ini dapat berdampak signifikan terhadap keputusan investasi di masa mendatang, terutama saat mengevaluasi kelayakan operasi langsung di AS," ujar Lee.
Ia berpendapat bahwa kesalahpahaman budaya turut menjelaskan situasi ini, dan menunjukkan bahwa di Korea Selatan, mengajar bahasa Inggris dengan visa turis oleh warga Amerika tidak dianggap sebagai masalah serius.
(***)