RIAU24.COM - Kerusuhan yang melanda sejumlah wilayah dalam beberapa hari terakhir disebut bukanlah murni gerakan masyarakat sipil, melainkan bagian dari skenario yang lebih besar untuk menciptakan kondisi darurat militer di Indonesia.
Dugaan tersebut diungkap oleh Ferry Irwandi Influencer Akademis melalui Channel YouTube Pribadinya yang beredar di media sosial.
Dalam pernyataan berdurasi hampir sembilan menit itu, ia menyebut telah membantu intelijen pemerintah untuk menelusuri akun-akun media sosial yang diduga menjadi simpul komunikasi kelompok provokator.
Menurutnya, kerusuhan yang menelan korban jiwa tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran akun anonim di platform X (Twitter).
“Clue-nya bukan dari pihak asing, tapi dari kekuasaan itu sendiri. Dari tamak, serakah, dan rasa sakit hati untuk tampil lebih berkuasa,” ujar Ferry Irwandiyang Riau24 kutip pada Selasa, (2/9).
Ia menyebut sejumlah akun seperti Heralop, TK Rock 007, Masfell, dan Nuchan patut ditelusuri lebih jauh.
Bukan Gerakan Sipil
Menurut sang narasumber, pihak yang terlibat dalam kerusuhan melampaui sekat politik.
Polisi, TNI, mantan presiden, hingga pendukung rezim yang gagal berkuasa disebut sama-sama terlibat dalam situasi yang kini dianggap “sudah bercampur menjadi satu”.
Ia menegaskan, bukan mahasiswa, buruh, koalisi masyarakat sipil, atau gerakan akar rumput yang memicu kerusuhan.
“Kalau ada yang menunjuk tangan ke masyarakat sipil, tuduhan itu gugur dengan sendirinya karena bukti sudah kita tunjukkan,” katanya.
Ia menduga, tujuan utama dari skenario kerusuhan itu adalah penetapan darurat militer.
Dengan status tersebut, pemerintah berkuasa lebih luas, mulai dari penggunaan kekerasan, pengetatan keamanan, hingga penyitaan aset warga atas nama negara.
Strategi “Cipta Kondisi”
Untuk mewujudkan darurat militer, dibutuhkan legitimasi berupa aksi massa besar-besaran. Di sinilah, ujar narasumber, ribuan akun anonim di media sosial berperan penting.
Mereka menyebar provokasi, menyerang pihak yang mencoba menenangkan situasi, dan membangun narasi seolah masyarakatlah yang memicu kerusuhan.
“Ciri-cirinya jelas: akun privat, foto AI, atau pakai identitas orang lain. Jumlahnya bisa puluhan ribu. Itu yang disebut cipta kondisi,” ujarnya.
Namun, ia mengingatkan masyarakat untuk tidak terpancing.
“Bukan senjata yang harus diangkat, melainkan kesadaran. Senjata kita adalah otak—sesuatu yang mereka tidak punya,” tegasnya.
Seruan Tindakan Nyata
Selain memaparkan analisis situasi, ia menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah. Pertama, membatalkan rencana kenaikan tunjangan anggota DPR.
“Mereka sudah menyakiti publik. Kalau berjiwa ksatria, mundur saja dari jabatan,” ucapnya.
Kedua, meminta kepolisian melakukan pembenahan menyeluruh. Ia menyoroti kasus kriminal yang menimpa seorang pengemudi ojek daring bernama Avan, yang memicu kemarahan publik. Para jenderal, katanya, harus bertanggung jawab.
Ketiga, mendesak proses hukum transparan terhadap tujuh tersangka yang telah ditangkap.
“Hukum seberat-beratnya. Jangan ada kompromi,” ujarnya.
Ia juga menyinggung soal pola rekrutmen polisi muda yang dianggap masih labil secara emosional dan mudah diseret dalam agenda kekuasaan.
Solidaritas dan Harapan
Di akhir pernyataan, ia menyerukan solidaritas kepada para jurnalis dan tokoh publik. Ia meminta pemerintah membebaskan wartawan TV One Leo Candra yang ditangkap saat meliput. Kepada para influencer, ia berpesan agar tetap tegar meski kerap menerima fitnah dan tuduhan.
“Satu suara kalian bisa menyelamatkan banyak orang. Jagalah masyarakat kita. Semua orang berhak atas Indonesia yang aman, sejahtera, dan hangat,” katanya.
Seruan ini sekaligus menutup analisis panjangnya. “Semoga kita terus baik-baik saja,” ujarnya menutup pernyataan.
(***)