RIAU24.COM -Mantan menteri koordinator politik hukum dan keamanan (menko polhukam) Prof. Mahfud MD, angkat bicara terkait kebijakan pemblokiran rekening yang dilakukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) belum lama ini.
Dalam pernyataannya saat berbincang dengan Republika di kediamannya di Yogyakarta, Jumat (1/8/2025) malam, Mahfud menyebut tindakan tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap kewenangan hukum.
Dia bahkan menyebut langkah PPATK “terlalu jahat” karena memblokir secara sepihak rekening pasif atau menganggur selama lebih dari tiga bulan.
"Menurut saya PPATK sudah melakukan pelanggaran kewenangan yang serius, yang bisa digugat itu ke pengadilan," kata dia.
"Jangan terjadi lagi. Pasti ada yang nyuruh, saya tidak percaya pada jawaban PPATK ini untuk mencegah rakyat dari bahaya judol. Gimana (ceritanya) melindungi rakyat tapi memblokir rekening orang (sampai) ditutup (tidak bisa diambil uangnya -Red). Kalau ada dugaan, misalnya rekening tertentu ini mencurigakan, ya blokir dulu. Lalu diselidiki, gitu," ungkap Mahfud.
Ia mengatakan memiliki banyak rekening bank karena perjalanan kariernya yang panjang di berbagai institusi pendidikan dan pemerintahan.
Selain pernah bekerja di berbagai kampus, Mahfud juga menjelaskan bahwa jabatan publik yang pernah diembannya seperti Mahkamah Konstitusi dan Menko Polhukam juga menuntut penggunaan rekening secara terpisah.
"Saya ini, pulang hari ini ke bank juga gara-gara itu, mengecek. Saya kan punya banyak rekening, kecil-kecil tapi. Kenapa punya banyak rekening? Saya itu bekerja di berbagai tempat. Dulu saya bekerja di 18 universitas," ujar dia.
"Ketika jadi pejabat, MK rekening bank-nya harus sendiri. Jadi Menko Polhukam, rekening bank-nya dua," ungkap dia.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan rekening tidak aktif (dormant) lebih dari 140 ribu rekening yang tidak aktif selama lebih dari 10 tahun dengan nilai mencapai Rp 428.612.372.321 tanpa ada pembaruan data nasabah.
“Ini membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan lainnya, yang akan merugikan kepentingan masyarakat atau bahkan perekonomian Indonesia secara umum,” kata Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M Natsir Kongah ketika dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Seiring maraknya penyalahgunaan rekening dormant dan setelah upaya pengkinian data nasabah, PPATK pada 15 Mei 2025 menghentikan sementara transaksi pada rekening yang dikategorikan dormant, berdasarkan data perbankan per Februari 2025.
Langkah itu, menurut dia, bertujuan untuk melindungi rekening nasabah agar hak dan dananya tetap aman dan 100 persen utuh, sekaligus mendorong bank dan pemilik rekening melakukan verifikasi ulang untuk mencegah penyalahgunaan rekening dalam tindak kejahatan.
PPATK telah meminta perbankan untuk segera melakukan verifikasi data nasabah serta memastikan reaktivasi rekening ketika diyakini keberadaan nasabah serta kepemilikan rekening dari nasabah bersangkutan.
“Pengkinian data nasabah perlu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga tidak merugikan nasabah sah serta menjaga perekonomian dan integritas sistem keuangan Indonesia,” kata Natsir.
Ia mengatakan penghentian sementara transaksi pada rekening dormant dilakukan bukan tanpa alasan. Dalam analisis lima tahun terakhir, PPATK menemukan maraknya penyalahgunaan rekening dormant tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Rekening-rekening tersebut kerap digunakan untuk menampung dana hasil tindak pidana, seperti jual beli rekening, peretasan, penggunaan nominee sebagai rekening penampungan, transaksi narkotika, korupsi, dan kejahatan lainnya, katanya.
Dana dalam rekening dormant juga kerap diambil secara melawan hukum, baik oleh pihak internal bank maupun pihak lain, terutama pada rekening yang tidak pernah diperbarui datanya oleh nasabah.
(***)