RIAU24.COM - Tiongkok telah mengeluarkan peringatan keras kepada Uni Eropa, menjanjikan pembalasan setelah Brussels menjatuhkan sanksi kepada dua bank dan lima perusahaan Tiongkok karena diduga membantu Rusia menghindari sanksi terkait perang Ukraina.
Paket sanksi baru Uni Eropa, yang diumumkan Jumat lalu, mencakup Heihe Rural Commercial Bank dan Heilongjiang Suifenhe Rural Commercial Bank, keduanya dituduh menyediakan layanan mata uang kripto yang melemahkan pembatasan Uni Eropa terhadap Moskow.
Langkah ini menandai pertama kalinya bank-bank Tiongkok dimasukkan ke dalam daftar sanksi Uni Eropa sejak invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022, yang meningkatkan ketegangan antara blok tersebut dan Beijing.
Menurut Bloomberg, bank-bank tersebut dimasukkan untuk memproses transaksi berbasis kripto dan untuk memberikan dukungan keuangan kepada entitas-entitas Rusia yang telah terkena sanksi Uni Eropa.
Beijing mengeluarkan peringatan
Kementerian Perdagangan Tiongkok menanggapi pada hari Senin, mengecam sanksi Uni Eropa sebagai tindakan yang sangat merugikan hubungan perdagangan, ekonomi, dan keuangan.
Kementerian tersebut menyatakan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingan sah perusahaan-perusahaan Tiongkok.
Bank-bank yang terkena sanksi tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar, Reuters melaporkan.
Pada bulan Juni, sebelum sanksi diberlakukan, Tiongkok telah memprotes rencana Uni Eropa.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Lin Jian mengatakan bahwa pertukaran dan kerja sama normal antara perusahaan Tiongkok dan Rusia sesuai dengan aturan WTO dan tidak boleh diganggu atau terpengaruh.
Beijing juga meningkatkan upaya diplomatik di balik layar.
Menurut South China Morning Post, duta besar Tiongkok untuk Uni Eropa melobi para pejabat Eropa untuk membatalkan proposal tersebut.
Namun, Brussels tetap melanjutkan, sehingga memperburuk dampaknya.
Tiongkok terjebak dalam baku tembak sanksi Rusia
Dari sektor energi hingga perbankan, hubungan erat Tiongkok dengan Rusia semakin mendapat sorotan dari Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Ini bukan pertama kalinya bank-bank Tiongkok terdampak.
Pada tahun 2023, AS mengesahkan sanksi sekunder terhadap lembaga keuangan asing yang membantu Rusia, yang mendorong beberapa pemberi pinjaman Tiongkok untuk mengurangi hubungan.
Menurut Bloomberg, raksasa milik negara seperti ICBC dan Bank of China telah mulai membatasi pembiayaan untuk komoditas Rusia sejak tahun 2022, karena khawatir kehilangan akses ke sistem kliring dolar AS.
Tindakan terbaru Uni Eropa ini didasari oleh kekhawatiran yang berkembang bahwa instrumen kripto dan saluran keuangan yang tidak transparan digunakan untuk menghindari sanksi Barat, dengan entitas Tiongkok memainkan peran kunci.
Apa yang terjadi selanjutnya?
Perhatian kini tertuju pada bagaimana Tiongkok akan membalas.
Menteri Luar Negeri Wang Yi sebelumnya telah memperingatkan konsekuensi jika bank-bank Tiongkok dikenai sanksi.
Para ahli menyarankan bahwa Beijing dapat menargetkan perusahaan-perusahaan Eropa yang beroperasi di Tiongkok atau menerapkan tindakan balasan melalui undang-undang keamanan siber dan pengendalian ekspornya.
Perselisihan yang semakin memanas ini terjadi di saat hubungan Tiongkok-Uni Eropa sudah tegang, terkait berbagai isu mulai dari tarif kendaraan listrik hingga aturan transfer teknologi.
Seiring dengan semakin dalamnya garis patahan geopolitik, Brussels tampaknya siap meminta pertanggungjawaban Beijing atas peran apa pun dalam mendukung mesin perang Moskow, baik secara langsung maupun tidak langsung.
(***)