RIAU24.COM - Anggota Komisi II DPR, Giri Ramanda Kiemas menyebut pihaknya tengah dilema menindaklanjuti Putusan MK atas perkara nomor 135/PUU-XXII/2024 yang mengubah model keserentakan pemilu.
Pihaknya dilema lantaran persoalan tersebut dapat memunculkan persoalan pada Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dikutip dari rmol.id, Sabtu, 12 Juli 2025.
"Ternyata ada kendala di UUD. Nah ini kan harus kita pikirkan dan dikaji dulu gimana implikasinya," ujarnya.
Beberapa partai politik menganggap putusan MK 135/2024 bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) dan (2), serta Pasal 18 ayat (3) dan (4) UUD NRI 1945.
Di Pasal 2 ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan: Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber-jurdil) setiap lima tahun sekali.
Sementara pada ayat (2) pasal yang sama menyatakan: Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD.
Sedangkan di Pasal 18 ayat (3) UUD NRI 1945 mengategorikan pileg DPRD masuk rezim pemilu karena berbunyi: DPRD dipilih melalui pemilihan umum.
Sementara itu dipertegas di ayat (4) yang menyatakan: Gubernur, Bupati, Wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, kota dipilih secara demokratis.
"Kalau kita berpikir cepat (menindaklanjuti Putusan MK), ya sudah ubah saja Undang Undang Dasar. Tapi apakah semudah itu mengubah UUD?" tanyanya.