RIAU24.COM -Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mencatat sebanyak 386 WNI berada di Iran di tengah saling balas serangan antara Iran dan Israel.
KBRI Tehran disebut telah meningkatkan status siaga 2 dan meminta WNI di Iran meningkatkan kewaspadaan.
"KBRI Tehran telah menetapkan status Siaga 2 dan diimbau para WNI untuk meningkatkan kewaspadaan, selalu memonitor situasi dan selalu menjaga komunikasi dengan KBRI Tehran," kata Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, kepada detikcom, Senin (16/6/2025).
WNI juga diminta segera menghubungi hotline KBRI Tehran jika terjadi situasi darurat.
Tercatat ada 386 WNI di Iran dan KBRI Tehran terus berkomunikasi intensif serta meminta WNI tetap tenang.
"Total ada 386 WNI di Iran, mayoritas adalah pelajar dan mahasiswa di kota Qom. KBRI Tehran intensif berkomunikasi dengan para WNI. Hingga saat ini para WNI tetap tenang dan tidak ada yang menjadi korban serangan Israel," kata Judha.
Sementara itu, Kemlu mencatat terdapat 187 WNI yang berada di Israel. Mayoritas WNI berada di Arava, Israel selatan. Mereka juga dilaporkan dalam kondisi selamat.
Israel diketahui telah melancarkan serangan ke pusat Tehran mulai Jumat (13/6/2025).
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei memperingatkan serangan balasan kepada Israel setelah sejumlah fasilitas nuklir dan militernya diserang.
Teheran membalas dengan rentetan serangan drone dan rudal pada Jumat (13/6) malam dan Sabtu (14/6) pagi yang menargetkan wilayah Israel.
Pada Sabtu (14/6) dini hari, Angkatan Udara Israel melancarkan rentetan serangan menargetkan pertahanan udara Iran, termasuk lokasi-lokasi peluncur rudal, untuk melumpuhkan kemampuan militer negara tersebut.
Pada Senin (16/6), Iran telah menginformasikan kepada mediator Qatar dan Oman bahwa pihaknya menutup melakukan negosiasi gencatan senjata saat diserang Israel. Iran menyampaikan tidak akan berunding kala diserang.
"Iran memberi tahu mediator Qatar dan Oman bahwa mereka hanya akan melakukan negosiasi serius setelah Iran menyelesaikan tanggapannya terhadap serangan pendahuluan Israel," kata pejabat itu, yang berbicara dengan syarat anonim karena sensitivitas konflik tersebut.
(***)