RIAU24.COM - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau merilis hasil pemantauan terhadap keterbukaan informasi legislasi di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Riau. Hasilnya, sebagian besar DPRD dinilai belum memiliki sistem informasi legislasi yang terbuka dan partisipatif.
Penilaian dilakukan melalui Indeks Sistem Informasi Legislasi Daerah (SILD) tahun 2025. Rata-rata indeks hanya berada pada angka 0,20 dari skala 1, menandakan rendahnya komitmen lembaga legislatif dalam menyediakan informasi publik secara digital dan transparan.
“Hasil ini memperlihatkan bahwa sebagian besar DPRD di Riau belum memiliki sistem informasi legislasi yang terbuka dan partisipatif,” ujar Tarmidzi, Koordinator FITRA Riau, dalam keterangannya, Kamis (12/6).
FITRA mencatat tiga temuan utama dari hasil pemantauan. Pertama, sarana informasi legislasi belum tersedia secara memadai. Hanya sebagian daerah yang menyediakan platform digital seperti website resmi atau kanal media sosial yang aktif.
Kedua, informasi proses legislasi sangat terbatas. Banyak DPRD tidak mempublikasikan dokumen penting seperti daftar Program Legislasi Daerah (Prolegda), draf Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda), maupun risalah rapat.
Ketiga, partisipasi publik masih sangat minim. Lebih dari separuh daerah yang dipantau tidak memiliki mekanisme pelibatan masyarakat yang sistematis, termasuk tidak adanya ruang partisipatif untuk kelompok perempuan dan penyandang disabilitas.
Dari 12 kabupaten/kota dan satu provinsi yang dipantau, hanya Kabupaten Pelalawan (skor 0,43) dan Bengkalis (0,37) yang mencatatkan nilai relatif tinggi. Kedua daerah tersebut telah menyediakan website DPRD yang aktif, kanal media sosial, serta layanan pengaduan berbasis daring.
Sementara itu, DPRD Provinsi Riau sendiri hanya meraih skor 0,20, mencerminkan lemahnya komitmen terhadap transparansi legislasi dari tahap perencanaan hingga implementasi kebijakan.
Sejumlah daerah lainnya bahkan memperoleh nilai nol, seperti Kota Pekanbaru dan Kuantan Singingi, yang tidak menyediakan satu pun dokumen legislasi secara online. Kabupaten Kepulauan Meranti, Rokan Hilir, dan Indragiri Hulu juga mencatatkan indeks sangat rendah.
“Partisipasi masyarakat dalam proses legislasi masih terbatas pada isu tertentu. Tidak ada pendekatan afirmatif maupun ruang yang inklusif untuk kelompok rentan,” tambah Tarmidzi.
Dalam laporan tersebut, FITRA Riau menyambut baik langkah awal DPRD Provinsi Riau untuk mengintegrasikan Sistem Informasi Legislasi Daerah (SILEGDA) ke dalam kanal resmi. Namun, diperlukan strategi berkelanjutan agar sistem tersebut benar-benar transparan dan inklusif.
FITRA Riau merekomendasikan tiga hal:
- DPRD mengembangkan sistem informasi legislasi yang terintegrasi dan inklusif.
- Pengelola website menambahkan fitur aksesibilitas digital dan mempublikasikan seluruh dokumen legislasi.
- Masyarakat sipil terus melakukan advokasi dan pelatihan untuk memperkuat suara kelompok perempuan dan penyandang disabilitas.
FITRA berharap pemantauan ini menjadi peringatan sekaligus pendorong bagi DPRD se-Riau untuk lebih serius dalam membangun sistem legislasi yang terbuka, partisipatif, dan adil bagi semua kalangan.