RIAU24.COM -Menteri Kebudayaan Fadli Zon buka suara soal pencantuman hanya dua dari 17 kasus Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proyek penulisan ulang sejarah baru Indonesia.
"Ini bukan menulis tentang sejarah HAM, ini sejarah nasional Indonesia yang aspeknya begitu banyak dari mulai prasejarah atau sejarah awal hingga sejarah keseluruhan," kata Fadli usai menghadiri soft launching Sumitro Institute di Taman Sriwedari Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6).
Dia menekankan publik tak perlu khawatir proyek penulisan ulang sejarah akan meninggalkan sejarah yang sudah ada.
"Tone kita adalah tone yang lebih positif karena kalau mau mencari-cari kesalahan mudah pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa," imbuh Fadli.
Dia menerangkan proyek penulisan ulang untuk membuat sejarah negara menjadi Indonesia-sentris dari era presiden pertama Soekarno hingga Joko Widodo (Jokowi) dan mengurangi bias-bias kolonial.
"Terutama untuk mempersatukan bangsa dan kepentingan nasional kita dan tentu saja juga untuk menjadikan sejarah itu semakin relevan bagi generasi muda," ucap Fadli.
Sejumlah pihak termasuk sejarawan mengkritik proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Dalam outline penulisan sejarah baru, hanya ada dua dari 17 pelanggaran HAM berat yang diakui Komnas HAM.
Beberapa peristiwa penting seperti kasus pelanggaran HAM '65 hingga penculikan di akhir Orde Baru disebut tak masuk dalam outline buku tersebut.
Sejarawan dari Universitas Nasional (Unnas) Andi Achdian menyesalkan outline itu. Dia menilai revisi sejarah hanya berisi glorifikasi terhadap pemerintahan presiden dari masa ke masa.
"Jadi enggak ada luka sejarahnya. Semuanya baik-baik saja. Nah itu, problem dari sejarah official history ya," kata dia pada awal Mei lalu.
(***)