Ahli Koppsa-M Akui Perjanjian di Atas Perjanjian Merupakan Tindakan Wanprestasi

R24/dev
Ahli Koppsa-M Akui Perjanjian di Atas Perjanjian Merupakan Tindakan Wanprestasi
Ahli Koppsa-M Akui Perjanjian di Atas Perjanjian Merupakan Tindakan Wanprestasi

RIAU24.COM - Pekanbaru - Saksi ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum koperasi produsen sawit sukses makmur (Koppsa-M) dalam sidang lanjutan gugatan wanprestrasi sebesar Rp140 miliar mengakui bahwa melakukan perjanjian di atas perjanjian yang tengah berlaku merupakan tindakan wanprestasi. 

Hal itu disampaikan saksi ahli yang merupakan pengajar studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau Dr Asharudin M. Amin dan seorang saksi lainnya yang merupakan Sekretaris Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar Idrus dan di hadapan majelis hakim yang dipimpin hakim ketua Soni Nugraha, Selasa awal pekan kemarin. 

"Dengan adanya perjanjian yang masih mengikat, kemudian melakukan perjanjian kembali dengan pihak lain, maka ia dapat disebut sebagai wanprestasi atau pelanggaran perjanjian," kata Asharudin. 

Hal itu disampaikan saksi menjawab pertanyaan Wahyu Awaludin, kuasa hukum PTPN IV Regional III saat menyinggung kebijakan pengurus Koppsa-M yang telah melakukan pengusiran secara paksa terhadap PTPN IV Regional III pada tahun 2014. Usai pengusiran paksa, Koppsa-M malah menyerahkan kebun sawit yang telah tertanam untuk dieksploitasi kepada pihak ke-tiga hingga menyebabkan kondisi kebun tidak terurus dan cenderung alami kerusakan. 

Kesaksian tersebut sejatinya kian memperkuat dalil gugatan yang dilaksanakan PTPN IV terhadap Koppsa-M usai berupaya memutihkan segala bentuk hutang yang telah dibantu PTPN dalam pembangunan kebun seluas 1.650 hektare di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar itu. 

Selain itu, saksi ahli turut menjelaskan terkait kelayakan pembangunan kebun yang kerap dipersoalkan oleh Koppsa-M. Faktanya, Studi kelayakan atau perencanaan digunakan saat pencairan di lembaga pembiayaan, yakni Bank. "Faktanya lagi, Bank telah mencairkan anggaran (pembangunan kebun) yang dimaksud. Kalau sudah (dicairkan), artinya kan layak," timpal Wahyu.  

Ketiga, terkait penyerahan kebun dalam jangka waktu 48 bulan atau empat tahun, saksi ahli juga menjelaskan harus ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Mulai dari tidak ada sengketa areal dan petani anggota yang defintif dan telah ditandatangani bupati. Namun, seiring berjalannya waktu, Koppsa-M sendiri ternyata tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut. 

"Saat koperasi tidak bisa memenuhi syarat itu maka dalam kasus ini berdasarkan bukti T9 perjanjian antara koperasi dan PTPN V di tahun 2013 bahwa biaya pemeliharaan kebun tetap di koperasi dan PTPN V sebagai yang memelihara kebun. Namun yang terjadi apa, mereka justru mengeksploitasi kebun dengan bekerjasama bersama pihak ke tiga, hingga hancur kebun tersebut. Saat hancur, mereka kembali berkoar-koar jadi korban. Inilah yang kami sebutkan wanprestasi," jelasnya lagi. 

Awaluddin pun mengatakan keterangan saksi ahli ini berbanding lurus dengan saksi-saksi ahli yang telah memberikan keterangan di muka persidangan sebelumnya, baik saksi ahli yang dihadirkan penggugat maupun yang dihadirkan pihak tergugat, yakni Koppsa-M itu sendiri. 

Dalam penjelasannya kemarin, ahli menilai kerjasama dengan pihak ke tiga yang dilakukan Koppsa-M, yang diawali dengan pengusiran PTPN oleh pengurus pada 2013, sementara Koppsa-M dan PTPN masih terikat perjanjian kerjasama adalah perbuatan yang menyalahi aturan. Dampaknya, kebun yang bermitra dengan pola KKPA tersebut tidak terkelola dengan baik hingga kondisinya memprihatinkan.

Tidak hanya itu, praktik semena-mena kian parah kala peruntukan kebun KKPA yang seharusnya dibangun untuk masyarakat desa, ternyata diperjual belikan secara ilegal di bawah tangan.

"Dari satu persidangan ke persidangan lainnya, perkara ini semakin jelas. Tentu, sekali lagi kami berterimakasih kepada Koppsa-M dan para kuasa hukumnya yang telah menghadirkan saksi ahli ini. Karena justru kian membuat perkara ini semakin terang benderang bahwa mereka telah melakukan wanprestasi," jelas pria berkacamata itu semringan. 

"Bahwa, gugatan ini adalah on the track, demi keadilan dan kepastian hukum atas biaya yang dikeluarkan negara, namun ketidakbecusan dan sengkarut kepengurusan sampai sekarang, membuat koperasi kian tenggelam," tuturnya lagi. 

Sebelumnya, saksi ahli yang juga dihadirkan Koppsa-M yang merupakan ahli perdata Universitas Islam Riau Surizki Febrianto juga turut menjelaskan bahwa tidak adanya sanggahan, gugatan, maupun tuntutan sejak awal kebun dibangun, hingga tercapainya perjanjian baru di tahun 2013, menandakan pembangunan kebun telah sesuai dengan ketentuan.

Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, justru perjanjian yang mereka ajukan dan telah disepakati pada tahun 2013, justru dilanggar sepihak. Alhasil, kebun menjadi tidak terkelola sesuai teknis budidaya yang baik dan rusak. Tidak hanya itu, perjanjian tersebut kembali dilanggar melalui praktik gelap jual beli lahan di bawah tangan. ***

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Riau24. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak